Jakarta (BabatPost.com) – Direktur Standardisasi Materi dan Metode Aparatur Negara Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Aris Heru Utomo mengingatkan agar mahasiswa Indonesia di luar negeri tidak mudah dipecah belah sebagaimana Indonesia yang dahulu terpecah belah oleh “Politik Adu Domba”.
Menurut Aris, keterjajahan yang terjadi di masa lalu terhadap Indonesia tidak terlepas dari politik pecah belah atau devide et impera dari Belanda, namun para pemuda saat itu menyadarinya.
“Tujuannya, agar mereka dapat merampok dan menguasai Indonesia dengan leluasa. Belanda menyadari sepenuhnya bahwa bangsa yang plural seperti Indonesia paling mudah dipecah belah dengan adu domba,” ujar Ari berdasarkan keterangan tertulis yang diterima saat ia menjadi pembicara dalam webinar kepemudaan memperingati Hari Sumpah Pemuda yang diselenggarakan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), di Marseille, Kamis.
Para pemuda Indonesia saat itu, lujar Aris, menyadari bahwa hanya dengan bersatu dan mengesampingkan segala perbedaanlah Indonesia dapat menjadi negara merdeka. Dengan demikianlah, para pemuda mengambil peran memperjuangkan kemerdekaan.
“Masyarakat Indonesia, khususnya para mahasiswa yang sedang berada di luar negeri dapat belajar dari sejarah gerakan pemuda dalam memerdekakan Indonesia. Sejarah berdirinya NKRI tidak terlepas dari gerakan pemuda melalui Kebangkitan Nasional 1908 dan Kongres Pemuda 1928 yang menghasilkan ikrar persatuan Indonesia,” ujar Aris.
Ia pun berharap, pemuda masa kini, khususnya mahasiswa di luar negeri dapat menyadari bahayanya politik adu domba dalam memecah belah persatuan bangsa, apalagi di tengah perkembangan teknologi informasi seperti sekarang.
Aris mengatakan upaya adu domba dapat lebih mudah dilakukan antara lain melalui penyebarluasan berita-berita bohong (hoaks) dan disinformasi berita.
Dia kemudian menyampaikan rasa syukurnya kepada para pendiri bangsa Indonesia telah mewariskan Pancasila yang mempersatukan Indonesia. Tanpa menjadikan Pancasila sebagai titik temu, masyarakat Indonesia tidak akan pernah bersatu.
“Kita patut bersyukur bahwa para pendiri bangsa mewariskan Pancasila yang mempersatukan bangsa dan negara Indonesia,” ujarnya pula.
Aris menilai Pancasila merupakan ijtihad para pendiri bangsa yang perlu dirawat bersama-sama sebagai ideologi yang hidup di tengah-tengah masyarakat agar Indonesia selalu bersatu.
“Tidak ada bangsa di dunia ini yang dapat menjadi bangsa yang besar kalau bangsa tersebut menjiplak falsafah bangsa lain. Setiap bangsa memiliki sejarah, falsafah, dan budayanya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bangsa yang besar adalah bangsa yang berpijak pada falsafah bangsa sendiri, ” ujar Aris.
Sebelumnya saat mengawali paparannya, Aris menyampaikan kegiatan webinar kepemudaan seperti yang dilakukan KJRI Marseille berperan penting sebagai ikhtiar untuk mewujudkan realitas masyarakat Pancasila sebagai pandangan dunia.
Selain itu, kegiatan tersebut juga penting untuk melindungi bangsa Indonesia, khususnya pemuda dari ancaman ideologi-ideologi transnasional, sekaligus pemantapan mental ideologi pemuda.
Webinar yang dilaksanakan secara hibrid tersebut dihadiri pula Konsul Jenderal Republik Indonesia di Marseille Arief Basalamah, staf KJRI Marseille, anggota Dharma Wanita Persatuan KJRI Marseille, dan para mahasiswa Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Marseille serta beberapa kota lain di Prancis Selatan.