“Ini bisa jadi bahan bagi kita kalau seandainya ada pihak asing yang mengklaim dan Indonesia sudah memiliki datanya,” kata Kepala Sub Direktorat Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif, Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Agung D Sasongko, pada sosialisasi perkembangan seni pertunjukan yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan yang dimaksud dengan kekayaan intelektual komunal ialah segala hal yang mencakup ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, sumber daya genetik, hingga potensi indikasi geografis.
Semua hal yang bersinggungan dengan itu wajib dan semestinya harus diinvetarisasi dan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM guna melindungi dari klaim pihak lain. Saat ini mereka telah memiliki pusat data kekayaan intelektual yang dikolaborasikan dengan sejumlah kementerian di Tanah Air.
Keberadaan pusat data kekayaan intelektual tersebut penting sekali. Sebab, selama ini jika ada pihak-pihak lain yang mengklaim suatu kekayaan intelektual milik Indonesia, maka harus dibuktikan dengan data-data yang ada.
Sehingga, pusat data yang ada di Kemenkumham akan berperan strategis bilamana ada pertikaian soal kekayaan intelektual yang bisa saja diklaim oleh pihak asing. “Jadi kita punya data dan bukti faktual yang dimiliki pemerintah,” ujarnya.
Ia mengatakan, pada dasarnya hak cipta atas suatu karya, perlindungannya otomatis yakni sejak hal itu diwujudkan dan dipublikasikan sehingga dengan perlindungan otomatis itu pencipta memiliki kewajiban mendokumentasikan barang yang diciptakannya.
Sedangkan pencatatan dalam undang-undang sebetulnya untuk melindungi atau mengantisipasi hasil cipta seseorang bilamana ia tidak mendokumentasikan hasil karyanya.