BabatPost.com – Pemesanan peti mati selama pandemi terjadi peningkatan. Karena tingginya permintaan, bahan baku mulai sulit dicari. “Bahan bakunya agak sulit, saya buatnya dari trembesi. Karena saya pengrajin individu, bukan pabrik. Jadi kemampuannya juga terbatas,” ujar Tsalis, salah satu pembuat peti asal Kelurahan Tumenggungan, Lamongan.
Menurut dia, pemesanan yang diterimanya didominasi individu. Ada rumah sakit yang pesan. Namun, jumlahnya tidak banyak karena kemampuan produksinya juga terbatas.
Tsalis hanya mampu memroduksi dua peti dalam sehari karena keterbatasan bahan baku. Padahal, sehari bisa ada orang lima yang meminta dibuatkan peti. “Kalau buat dari awal sehari dua, kemudian sisa waktu biasanya dibuat persiapan untuk bahan ketiga,” terangnya.
Tsalis mengatakan, dirinya sudah memroduksi 100 peti lebih. Peti itu dipesan warga lokal Lamongan. Dia awalnya bukan pembuat peti. Tsalis seorang pengrajin mebel untuk furnitur. Karena ada pesanan peti, dia memutuskan melayani.
Ternyata, pesanan terus masuk sampai sekarang. Peti yang dibuat jenisnya sama karena bahan bakunya sejenis. Ukurannya, panjang 2 meter (m) dan tinggi 4,5 m. Dia memerkirakan banyak orang yang seperti dirinya, menjadi perajin peti dadakan karena adanya permintaan. Sebab, angka kematian cukup tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
“Kalau sebelumnya pengguna peti hanya kepercayaan tertentu dan mayoritas tidak membutuhkan peti, “ tuturnya. Sementara itu, Direktur RSUD Soegiri Lamongan dr Chaidir Annas sebelumnya mengatakan, pemulasaraan jenazah harus sesuai SOP yang ditetapkan Kementrian Kesehatan.
Perawatan jenazah, mensucikan hingga proses penakamannya, juga sesuai SOP. Termasuk pemanfaatan peti jenazah karena selama pemulasaraan harus menggunakan APD lengkap. “Standarnya begitu sehingga kami menyesuaikan untuk keamanan dan kesehatan bersama,’’ tuturnya.
Jangan Lewatkan berita lainnya hanya di Babatpost.com dengan cara Follow BabatPost di Google News
sumber : radarbojonegoro.jawapos.com