BabatPost.com – Indonesia sudah mulai mengimplementasikan jaringan 5G di tahun ini 2021 ini. Hingga saat ini, baru dua provider yang menggelar jaringan 5G yaitu Telkomsel dan Indosat Ooredoo. Telkomsel menjadi operator pertama di Indonesia yang mengimplementasikan 5G di tanah air pada akhir Mei 2021 lalu.
Kemudian di bulan Juni ini, giliran Indosat Ooredoo yang melakukan implementasi jaringan 5G. Karena baru melakukan implementasi, cakupan 5G kedua operator tersebut belum merata, hanya di beberapa lokasi saja di kota besar, termasuk Jakarta.
Hingga bulan Juli ini, jaringan 5G Telkomsel sudah tersebar di beberapa wilayah seperti DKI Jakarta, Surabaya, Makassar, Bali, Batam, Medan, Solo, Balikpapan, dan Bandung. Sementara jaringan 5G Indosat Ooredoo baru tersedia di Jakarta, Solo, Surabaya, dan Makassar.
Standar Ideal Frekuensi 5G di Indonesia
Untuk implementasi 5G di Indonesia, Telkomsel menggunakan frekuensi 2,3 Ghz di Middle Band. Sementara Indosat Ooredoo menggunakan 1.8Ghz yang juga berada di Middle Band.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membagi alokasi frekuensi untuk jaringan telekomunikasi seluler 5G ke dalam tiga lapisan telekomunikasi, yaitu Low Band, Middle Band, dan High Band. Pembagian itu dilakukan untuk pemerataan dan efisiensi layanan. Ketiga lapisan tersebut berada di frekuensi yang berbeda.
Untuk pita bawah (Low Band), frekuensinya di bawah 1 Ghz. Kemudian, pada layer kedua (Middle Band) berada diantara frekuensi 1 sampai 6 GHz. Sedangkan di pita atas (High Band) berada di frekuensi 2,6 Ghz dan 2,8 Ghz.
Sementara Global System for Mobile Communications (GSMA) menetapkan standarisasi spektrum 5G berada di angka 80Mhz-100Mhz yang berdekatan dengan Middle Band pada awal implementasi 5G. Menurut Lembaga riset Counterpoint, bandwidth yang digunakan Telkomsel (30Mhz) dan Indosat Ooredoo (20Mhz) belum memenuhi standar ideal pada awal implementasi 5G di Indonesia.
Counterpoint memperkirakan untuk smartphone yang kompatibel dengan frekuensi 1,8Ghz akan terus meningkat dalam waktu dekat. Namun, waktunya tidak terlalu cepat, karena area jangkauan yang terbatas dan fokus awal operator di Indonesia pada segmen B2B.
Selanjutnya XL Axiata dan Smartfren akan segera menyusul Telkomsel dan Indosat Ooredoo untuk melakukan implementasi 5G di Indonesia. Setelah nantinya Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia resmi bergabung, dinilai Counterpoint dapat membantu meningkatkan layanan 5G Indosat Ooredoo, karena Tri Indonesia menggunakan bandwidth 10Mhz pada frekuensi 1,8Ghz band.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya harus didukung oleh infrastruktur yang disediakan oleh Pemerintah Indonesia. Danny Buldansyah selaku Vice President Director, PT. Hutchison 3 Indonesia sekaligus Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) mengatakan kepada BabatPost.com, bahwa ATSI dan Hutchison 3 Indonesia untuk jaringan 5G, ATSI akan menunggu alokasi spektrum frekuensi dari pemerintah Indonesia untuk implementasi jaringan Tri di tanah air.
Danny juga menyampaikan pandangannya selaku Ketua Dewan Pengawas ATSI.
“Tentunya kedua operator mempunyai rencana bisnisnya sendiri ketika merger. Adapun dampak merger sangat positif baik untuk perusahaan yang merger, untuk industri, pelanggan, serta mendukung usaha pemerintah dalam transformasi digital,” kata Danny mewakili ATSI.
Menurut Danny, sampai saat ini ATSI masih fokus dengan memberikan layanan terbaik yang terjangkau untuk semua pelanggan provider.
“Sementara untuk jaringan 5G, ATSI akan menunggu alokasi spektrum frekuensi dari pemerintah,” ungkap Danny.
Selain Danny Buldansyah, Redaksi BabatPost.com meminta tanggapan Pengamat Gadget, Lucky Sebastian menanggapi implementasi 5G di Indonesia. Menurut Lucky, Indonesia sudah siap untuk implementasi 5G.
“Indonesia sudah siap untuk 5G, dimana pengguna smartphonenya besar, penggunaan IoT terus meningkat, pemerintah mencanangkan Industri 4.0, dan lainnya. Dimana semua ini kalau tidak didukung 5G akan kedodoran. Sementara ini memang karena masih awal sekali kita menggelar 5G, maka akan masih meliputi area atau lokasi tertentu yang masih kecil. Tapi kita lihat adopsi 5G ini jauh lebih cepat dibanding saat kita berganti dari 3G ke 4G,” ujar Lucky.
Lucky memprediksikan bahwa tidak akan lama lagi cakupan wilayah 5G di Indonesia akan semakin besar.
“Tentu saja disaat ujicoba ini kita masih akan bergantung dengan infrastruktur 4G yang sudah ada agar cepat dan tidak butuh biaya besar untuk implementasi 5G. Misalnya dengan berbagi frekuensi dengan 4G lewat metode DSS (Dynamic Spectrum Sharing), atau NSA (Non Standalone). Akan ada saatnya kita harus membangun 5G dengan sistem Standalone, dimana semua jaringan sudah murni 5G,” pungkas Lucky.
Lucky menyarankan bahwa untuk Indonesia memang sebaiknya dimulai dari mid-band, agar bisa mendapat kecepatan yang cukup dan jarak jangkauan yang cukup jauh.
“Namun mid-band ini memang cukup crowded karena sudah dipakai untuk bermacam-macam keperluan. Seperti frekuensi favorit dunia untuk mid-band 5G adalah 3.5GHz, tetapi di Indonesia digunakan untuk perbankan. Jadi harus refarming kalau mau digunakan,” tandas Lucky.
Smartphone 5G dengan Standar Frekuensi Ideal
Selain infrastruktur jaringan, untuk implementasi 5G di Indonesia, dibutuhkan perangkat yang sudah mendukung jaringan tersebut, salah satunya smartphone. Smartphone yang sudah mendukung jaringan 5G pun sudah banyak beredar di pasar Indonesia. Misalnya realme 8 5G, Oppo A74 5G, Oppo Reno5 5G, Oppo Find X3 Pro 5G, Vivo V21 5G dan lainnya.
Meski sudah banyak smartphone 5G yang beredar di Indonesia, nyatanya jaringan 5G di smartphone tersebut, masih belum bisa digunakan. Menurut Lucky, karena masih baru di implementasi, wajar kalau smartphone 5G tidak bisa hanya bergantung dengan frekuensi atau band yang mendukung saja.
“Diperlukan provisioning dengan operator, update software dan firmware untuk mendukungnya. Semakin banyak operator 5G, semakin banyak uji harus dilakukan agar sebuah tipe smartphone 5G bisa support semua operator tersebut. Misalnya, sekarang smartphone A sudah mendukung Telkomsel. Nanti untuk mendukung Indosat tidak bisa langsung jalan, akan ada penyesuaian lagi. Apalagi keduanya menggunakan metode 5G yang berbeda, Telkomsel dengan NSA dan Indosat dengan DSS,” jelas Lucky.
Agar jaringan 5G di smartphone berjalan maksimal, pastinya sudah didukung software dan hardware yang mendukung jaringan 5G, salah satunya chipset.
“Sekarang ini kebanyakan modem 5G pada smartphone sudah menyatu dengan chipset, tidak terpisah lagi. Modemnya harus sudah mendukung koneksi 5G dan RF (Radio Frequency)nya. Untuk sesuai dengan operator 5G dibutuhkan dukungan frekuensi atau band yang sesuai dengan yang digunakan operator. Misal untuk Telkomsel butuh band n40, Indosat n3,” papar Lucky.
Lucky menekankan, butuh kerjasama antara vendor smartphone dan operator agar smartphone 5G bisa digunakan di Indonesia.
“Vendor harus bekerjasama dengan operator untuk melakukan test agar ada kesesuaian antara smartphone 5G dan jaringan 5G operator, bukan dari sisi band saja, tetapi juga dari sisi software dan firmware. Sehingga vendor bisa melakukan tuning dan provisioning agar smartphone bisa berjalan optimal koneksi 5G nya di jaringan operator,” tutup Lucky.