Setelah terpuruk di awal pandemi tahun lalu, pedagang sembako di Lamongan mulai sedikit merasakan peningkatan omzet dengan adanya pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saat ini. Namun mereka kembali terpukul dengan rencana pemberlakukan pajak penambahan nilai (PPN) terhadap bahan pokok (sembako).
M. GAMAL AYATULLAH, BabatPost.com
Beberapa penjual sembako di Pasar Sidoharjo Lamongan terlihat duduk-duduk di stannya menunggu pembeli. Ada yang sedang bercakap-cakap dengan tetangga stan. Juga ada yang diam serius. Namun ketika disinggung terkait rencana pemerintah memberlakukan pajak bahan pokok, mereka kompak menolaknya.
Seorang pedagang daging sapi, Rosyid menyatakan, pemerintah sebelum menerapkan pajak sembako harusnya melihat kondisi rakyat dulu, termasuk para pedagang. Apalagi saat ini kondisinya sedang terpuruk. Omzet penjualannya anjlok hingga 50 Persen akibat adanya pandemi Covid-19. Saat sebelum covid bisa menjual minimal 80 kilogram. Tapi saat ini hanya sekitar 50 kg saja.
‘’Kalau pajak diberlakukan, otomatis harga ikut naik. Jelas dagangan saya semakin tidak laku, karena masyarakat tak mampu membeli,’’ tandasnya.
Apalagi, ungkap dia, penjual daging saat ini harus memotong sapi sendiri. Dengan resiko, semakin merugi. Apalagi ada aturan hanya boleh memotong sapi jantan, yang harganya lebih mahal. ‘’Kalau beli di RPH (rumah potong hewan) bisa beli daging saja. Tapi sekarang harus potong sendiri, karena RPH tidak melayani,’’ ungkapnya.
Dia mengungkapkan, bila memotong sapi sendiri, bobot sapi misalnya 2 kuintal, setelah dipotong dagingnya hanya 1,8 kuintal. Yang 0,2 kuintal tulang dan kulit, yang harganya tentu lebih murah. Sehingga harus menjual daging sedikit lebih tinggi.
‘’Kalau ada pajak, tentu harga daging semakin mahal, sehingga akan sulit laku. Belum lagi kalau harga daging sedang melambung seperti biasanya, tentu semakin tak terbeli,’’ tukasnya.
Pernyataan senada diungkapkan, Iin pedagang cabai. ‘’Pedagang di cabai cukup banyak, tapi pembeli minim. Kalau ada pajak, otomatis harga harus dinaikkan. Tentu pembeli akan semakin minim lagi,’’ tukasnya.
Kalau tidak menaikkan harga, lanjut dia, tentu pedagang tidak akan mendapat untung. Karena harus membayar pajak tersebut. Apalagi kondisi covid saat ini hanya mampu menjual 1 kuintal cabai. Padahal dalam kondisi normal bisa mencapai 3 kuintal. ‘’Apalagi kalau cabai sedang langka sehingga harganya sangat mahal. Kalau ada pajak, tentu harganya akan semakin tak terkendali,’’ ujarnya.
Gaguk, seorang pedagang beras asal Kecamatan Sambeng mengatakan, kalaupun pemerintah tetap menerapkan pajak sembako, dipastikan semua pedagang tidak setuju. Karena penjualan saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Kalau ada pajak, harga tentu harus dinaikkan. Sehingga pembeli akan semakin menurun.
‘’Apalagi di masa pandemi, kondisi perdagangan menurun semua. Meskipun nanti sudah tak ada pandemi, tetap saja akan merugikan pedagang dan rakyat kalau diberlakukan pajak itu. Karena harga sembako akan naik,’’ tandasnya.
sumber : https://radarbojonegoro.jawapos.com/read/2021/06/14/268520/pedagang-sembako-di-lamongan-menanggapi-rencana-pajak-bahan-pokok