Ahmad Zahroni, 34, sukses memersembahkan medali emas bagi Kabupaten Lamongan dalam ajang Pekan Paralimpik Provinsi I Jawa Timur 2021 pada 22 Mei. Pecatur disabilitas ini mendapatkan tiket Pekan Paralimpik Nasional 2021 di Papua, November nanti.
AUDINA HUTAMA PUTRI, Lamongan
Dari delapan atlet yang memperkuat Kontingen Lamongan di ajang Pekan Paralimpik Provinsi (Peparprov) I Jawa Timur 2021, Ahmad Zahroni menjadi satu-satunya atlet yang berhasil menorehkan medali emas dari cabang olahraga (cabor) catur.
Olahraga yang menggunakan papan dan bidak itu awalnya dijadikan Zahroni sebagai hobi untuk me ngisi waktu luangnya. ‘’Waktu umur enam tahun saya main catur sama teman-teman. Kebetulan di depan rumah ada warung kopi yang menyediakan papan catur. Kelihatannya mengasyikkan, mainan kok ada pionnya dan kudanya. Akhirnya saya semakin tertarik main catur. Setelah itu, saya tuna netra,’’ ujar atlet yang kini berusia 34 tahun itu kepada Jawa Pos BabatPost.com kemarin (24/5).
Zahroni baru mengerti bahwa ada catur untuk penyandang tuna netra ketika dirinya berumur 10 tahun. Saat duduk di kelas IV SD, dia ditunjuk mewakili sekolahnya untuk tampil di ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) tingkat provinsi dan nasional.
‘’Ikut O2SN selalu juara satu dan dua. Tapi setelah itu saya nggak ikut kompetisi catur lagi. Saya hijrah ke Malang untuk belajar massage (pijat, Red). Soalnya nggak ada kelanjutannya lagi di catur. Mau belajar catur buat apa? Main di mana nggak ada kelanjutannya juga,’’ tuturnya.
Sehari-hari, Zahroni membuka terapi pijat di rumahnya Desa/Kecamatan Paciran. Pada 2015, dia mencoba mengikuti kejurda catur Paralimpik Jawa Timur. Ternyata, Zahroni mampu mendapatkan medali emas. ‘’Setelah itu saya dikirim bertanding di Peparnas (Pekan Paralimpik Nasional) 2016 di Jawa Barat. Alhamdulillah dapat juara tiga. Kemudian ikut seleksi nasional untuk tanding di ASEAN Paragames 2019. Tapi saya nggak lolos karena berada di urutan ke-5. Sedangkan yang diambil hanya atlet urutan pertama, kedua, dan ketiga,’’ kenangnya.
Sistem pertandingan catur bagi penyandang tuna netra tidak ada bedanya dengan pertandingan umumnya. Yang membedakan hanya papan hitam timbul dan buah catur hitam diberi paku di ujungnya. ‘’Memang dimodifikasi sedemikian rupa untuk memudahkan rabaan. Cara mainnya berdasarkan rabaan. Ketika lawan melangkah lalu bilang sudah, kita raba. Kira-kira apa yang pindah? Oh, pionnya. Jalannya berapa langkah? Kita deteksi mana yang berubah posisinya dan dihitung,’’ jelasnya.
Pada Peparprov I 2021 yang digelar 22 Mei, cabor catur hanya mempertandingkan nomor catur klasik 60 menit. Zahroni merasa lebih nyaman bermain catur klasik. ‘’Soalnya waktu berpikirnya lebih panjang dibandingkan catur kilat dan catur cepat,’’ imbuhnya.
Zahroni selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk bermain catur di papan maupun menggunakan aplikasi catur di HP. Dia berprinsip, catur merupakan hobi yang menyenangkan. Keikutsertaan dalam berbagai kompetisi paralimpik hanyalah nilai tambah. Bonus-bonus yang didapatkan, dimanfaatkan sebaik mungkin. ‘’Bonus digunakan untuk beli tanah. Karena saya belum punya tempat tinggal, jadi beli tanahnya dulu,’’ ungkapnya.
Zahroni berharap bisa berkolaborasi dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) setempat agar bisa mempersiapkan diri secara intensif sebelum bertanding di Peparnas Papua 2021 pada November nanti.
Zahroni ditarget memperoleh medali emas. Menurut dia, persaingan catur di event paralimpik seiring waktu semakin berat. ‘’Pesaing terberat saat ini untuk Peparnas ada Papua, Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Banten. Sekarang informasi sudah merata dan kemampuan para pecatur netra juga merata. Karena mereka bisa belajar dari youtube atau ketemu master-master catur langsung,’’ ujar pecatur yang sudah mengoleksi tiga medali emas dan satu medali perunggu dari ajang paralimpik tingkat provinsi dan nasional.
Jangan Lewatkan berita lainnya hanya di Babatpost.com dengan cara Follow BabatPost di Google News
sumber : radarbojonegoro.jawapos.com