Babatpost.com – Total Delapan orang tewas dalam bentrokan berdarah yang terjadi di Masjid Al-Aqsa. Hal ini karena pengamanan kontroversial yang dilakukan pihak ISrael dalam menjaga Masjid yang berharga bagi umat Muslim ini.
Serangan dan penutupan masjid
Pada 14 Juli, tiga orang Arab-Israel bersenjata senapan otomatis dan pisau keluar dari kompleks Bait Suci dan menembak mati dua petugas polisi yang bertugas di sana.
Para pelaku melarikan diri kembali ke situs suci yang diperebutkan itu, termasuk masjid Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah, sebelum ditembak oleh petugas keamanan.
Orang Arab-Israel adalah keturunan Palestina yang bertahan di tanah mereka menyusul pembentukan negara Israel pada 1948. Mereka sebagian besar mendukung kepentingan Palestina.
Israel kemudian mengambil langkah luar biasa untuk menutup kompleks tersebut sehingga jemaat Muslim tidak bisa menyelenggarakan salat Jumat di sana. Hal tersebut memicu kemarahan umat Muslim dan warga Yordania, yang bertanggung jawab atas situs suci tersebut.
Situs itu masih ditutup hingga keesokan harinya, sementara sebagian Kota Tua Yerusalem dikunci selagi Israel melakukan penggeledahan mencari senjata tersembunyi.
Detektor logam
Malam hari, 15 Juli, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan situs akan dibuka esok dan pasukan keamanan akan memasang alat detektor logam berikut kamera pengawas untuk mencegah serangan susulan.
Namun, ketika kompleks dibuka kembali pada 16 Juli, dilengkapi alat-alat tersebut, jemaat Muslim menolak untuk masuk. Mereka menilai langkah Israel sebagai cara untuk menegaskan kendali lebih jauh di situs itu.
Para jemaat lebih memilih untuk beribadah di jalan masuk menuju ke sana.
Kompleks itu berada di Yerusalem timur yang diokupasi Israel pada 1967 kemudian dicaplok sebagai ibu kotanya. Langkah itu tidak pernah diakui masyarakat internasional.
Bentrok
Dari 16 hingga 20 Juli, bentrokan sporadis terus pecah setelah ibadah.
Jemaat Muslim berpegang teguh pada sikapnya untuk tidak memasuki kompleks sementara detektor logam masih dipasang. Sementara itu, sejumlah pihak mulai khawatir ketegangan akan meningkat.
Pada 20 Juli, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengikuti langkah Palestina mendorong pencopotan alat kontroversial itu.
Namun, setelah berkonsultasi dengan kabinet keamanannya, Netanyahu memutuskan untuk mempertahankan detektor logam itu. Ia hanya memperbolehkan polisi menerapkan diskresi dalam menggunakannya.
Kisruh Jumat
Pada 22 Juli, bentrokan di Yerusalem timur dan Tepi Barat berlanjut, menewaskan dua orang warga Palestina, termasuk seorang yang tewas karena bahan peledak sendiri.
Sejumlah diplomat mengatakan Dewan Keamanan PBB akan menggelar pertemuan tertutup hari ini, Senin (24/7), untuk membahas kekerasan itu, setelah Mesir, Perancis dan Swedia meminta rapat dalam rangka “membahas dengan urgen bagaimana seruan deeskalasi di Yerusalem bisa didukung.”
Pada 23 Juli, sebuah roket ditembakkan ke Israel dari Gaza. Tembakan itu hanya menghantam daerah terbuka dan tidak memakan korban.
Anggota kabinet keamanan Israel kembali berkumpul. Para pejabat kemudian membuka kemungkinan pencopotan detektor logam itu jika disetujui polisi.