BABAT POST – Langkah Pemerintah dalam menutup jejaring sosial Telegram mendapat dukungan dari Polri yang secara langsung memberi dukungan kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi yang memblokir Telegram. Langkah itu sebagai upaya mencegah penyebaran paham radikal yang dilakukan kelompok teroris.
“Kita dukung lah langkah itu, karena memang kita tahu Telegram banyak digunakan konten-kontennya yang kurang layak lah, bisa membahayakan masyarakat, yang kurang memahami bisa terpapar,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto saat dihubungi, Sabtu (15/7/2017).
Setyo menyebut ada beberapa dugaan kenapa Telegram banyak digunakan kelompok radikal untuk menyebarkan paham. Salah satunya, komunikasinya yang mudah dilakukan.
“Ya mungkin salah satu alasannya adalah kapasitasnya besar, kemudian komunikasinya tepat dan mudah digunakan, menggunakannya mudah,” ujarnya.
Menkominfo Rudiantara menjelaskan pemblokiran Telegram harus dilakukan karena banyak sekali kanal di layanan tersebut yang bermuatan negatif.
Konten negatif yang dimaksud antara lain propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, gambar tak senonoh, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
“Di Telegram, kami cek ada 17 ribu halaman mengandung terorisme, radikalisme, membuat bom, dan lainnya, semua ada. Jadi harus diblok, karena kita anti-radikalisme,” kata menteri yang akrab disapa Chief RA itu, Jumat (14/7).
Rudiantara mengancam akan menutup semua platform media sosial yang masih meloloskan konten negatif yang mengancam keamanan negara. Salah satunya dibuktikan dengan menutup akses Telegram.
Hal ini menyusul adanya peran media sosial dalam peracikan bom, misalnya. Pernyataan ini dilontarkan menteri menyusul beberapa aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Terakhir, peracik bom panci Agus Wiguna (22) belajar meracik melalui internet.