BABAT POST – Bisnis martabak modifikasi saat ini semakin digandrungi para pebisnis muda. Mulai dari warga biasa, publik figur, hingga anak presiden pun ikut menjajal manisnya meraih untung dari seloyang martabak kekinian itu.
Seperti yang dilakoni anak sulung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, yang sudah tiga tahun terakhir menjalani bisnis martabak modifikasi dengan merek jual, Markobar. Bersama dengan seorang rekannya Arif Setyo Budi, pemilik pertama Markobar, bisnis tersebut terus eksis dijalani hingga saat ini.
Bermula dari usaha martabak milik ayahanda Arif yang telah berlangsung sejak 1996, kemudian Arif memberanikan diri untuk melanjutkan bisnis tersebut pada 2014, dengan berbagai inovasi yang diciptakan. Salah satunya memodifikasi martabak dengan aneka rasa dan tampilan yang berbeda. Sampai akhirnya usaha martabak modifikasi Arif cukup dikenal.
Setahun menjalani usahanya, Arif mulai berpikir untuk menggandeng partner lain. Hingga pilihan tersebut jatuh pada Gibran, rekannya yang kemudian mulai bergabung pada 2015 untuk melanjutkan bisnis secara bersama-sama. Sejak saat itu lah, Markobar terus berkembang.
Keunggulan martabak Markobar adalah beragam taburan atau yang lebih dikenal dengan toping yang bisa dijumpai di seloyang martabak.
Tiap taburan, mewakili rasa yang berbeda. Tidak hanya taburan rasa yang umum ditemui di martabak konvensional seperti keju, meses. Tetapi juga rasa lain yang lebih kekinian seperti greentea, Nutella, Chuncky Bar, KitKat, Oreo, dan masih banyak lagi.
Untuk memboyong seloyang martabak kekinian ala Markobar pun cukup variatif. Mulai dari Rp 40-100 ribu per loyangnya. Harga setiap menu martabak pun tergantung dari kombinasi toping yang diinginkan.
Buah kreativitas Markobar mendapat sambutan positif dari masyarakat. Modifikasi martabak dengan beragam rasa yang sebelumnya tak ditemukan di seloyang martabak, rupanya mampu menarik minat masyarakat dari yang semula sekadar penasaran hingga menjadi pelanggan setia.
Terbukti, rata-rata setiap outlet Markobar bisa menjual hingga 50 loyang perhari dengan omzet hingga Rp 2-5 juta per hari untuk 1 outlet.
“Ya 50 loyang lah per hari. Martabak kita antara Rp 40-100 ribu per loyang. Omzet tinggal dikalikan saja,” ungkap Arif kepada detikFinance, Jumat (14/7/2017). Jadi kisaran omzetnya adalah Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per hari.
Selain rasa yang menggoyang lidah, kunci keberhasilan Markobar adalah pada kreativitas penyajian martabak yang dijual. Penggunaan kemasan, hingga desain otlet yang unik menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Bicara soal desain outlet, Markobar punya cara unik dari mulai memanfaatkan bekas kontainer hingga bermain dengan dekorasi tenda yang unik.
Sebagai anak muda, dua rekan bisnis pemilik Markobar sadar betul, kaum milenial saat ini tak datang ke tempat makan hanya untuk bersantap, tapi juga bersosialisasi terlebih berswafoto. Sehingga lokasi tempat makan harus bisa menawarkan suasana yang bisa menunjang aktivitas swafoto itu sendiri.
Jawabannya ada pada desain dan dekorasi yang unik sebagai latar belakang berfoto atau yang lebih populer dengan istilah saat ini, ‘instagramable’.
Kepada detikFinance Arif menjelaskan, untuk memulai bisnis martabak modifikasi setidaknya dia mengeluarkan modal Rp 100 juta. Modal tersebut digunakannya untuk membeli seluruh perlengkapan yang diperlukan. Seperti biaya modifikasi kontainer, peralatan memasak, sewa tempat, bahan-bahan, hingga gaji karyawan.
“Rp 100 juta sudah bisa jalan. Kontainer Rp 50 juta, AC, peralatan meja, sudah jadi, siap pasang, tinggal cat. Alat masak Rp 10 juta. sewa (1 tahun) Rp 30 juta. Bahan-bahan dan lain-lain (gaji karyawan) Rp 20 juta,” beber dia.
Kombinasi antara kreativitas menyajikan makanan yang menggoyang lidah dengan desain otlet yang unik, terbukti ampuh membuat bisnis martabak Markobar berkembang hingga saat ini.
Tercermin dari semula hanya satu outlet, kini Markobar sudah memiliki 26 outlet yang tersebar di 15 kota di Indonesia, tiga diantaranya, Jakarta, Semarang, Solo dan Yogyakarta.