BABAT POST – Dalam serangkaian cuitan hari Selasa (06/06), Presiden Trump dengan tegas memposisikan diri membela Saudi, dengan mengatakan isolasi Qatar -yang dituduh mendanai kelompok-kelompok ekstrem- bisa menjadi awal dari berakhirnya dampak buruk yang diakibatkan oleh terorisme.
Ia kemudian menulis, “Senang melihat bahwa lawatan (saya di) Arab Saudi dan (pertemuan dengan raja Saudi) … telah membuahkan hasil.”
Ali Munhanif juga mengatakan bahwa konflik diplomatik ini terjadi karena adanya perbedaan antara negara-negara Teluk dengan Qatar dalam melihat “persepsi ancaman terorisme”.
Ali mencontohkan, “Bagi Saudi, kelompok-kelompok oposisi terhadap Suriah itu harus dibantu, sementara Qatar mendefinisikan bahwa justru Bashar Assad yang harus dibantu karena secara de jure dan hukum internasional, dia rezim yang sah. Di situ sebenarnya Saudi melihat Qatar itu semacam tidak bisa diatur dalam perang bersama melawan ancaman kawasan yang menempatkan Qatar lebih dekat dengan Iran, daripada dengan Saudi, Mesir, dan negara Teluk.”
Dalam percaturan seperti ini, Ali menambahkan, Presiden Donald Trump mencari ‘pembenaran untuk mendiskreditkan Qatar’ karena definisi terorisme yang dimiliki oleh Arab Saudi ‘lebih mendekati kepentingan Amerika Serikat,’ khususnya menyangkut Timur Tengah atau Israel.
“Misalnya soal Gaza. Bagi Saudi Arabia, Hamas tidak mendefinisikan kepentingan Saudi dalam jangka panjang, sehingga Hamas tidak dibantu. Tetapi Qatar justru pro-Hamas,” kata Ali.
Maka, dia menyimpulkan, situasi ini terjadi karena definisi terorisme yang dimiliki Saudi Arabia dan negara-negara Teluk lainnya ‘bertabrakan’ dengan apa yang digambarkan Qatar sebagai kelompok-kelompok yang punya potensi untuk melakukan demokratisasi dan reformasi Timur Tengah.
Menurut Ali, terlihat jelas setelah kunjungan Trump dan Pertemuan Tingkat Tinggi Islam-Arab AS, bahwa krisis diplomasi ini adalah perpanjangan atau konsekuensi dari keinginan AS dalam membuat blok yang lebih tegas antara ‘kelompok pro-demokrasi’ dengan ‘kelompok pro-status quo Timur Tengah dengan jaminan keamanan Israel’.
Bagaimana kondisi masyarakat Qatar selama terjadi pemutusan hubungan diplomatik? Apakah Qatar bisa bertahan jika krisis terjadi berbulan-bulan?
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh masyarakat Qatar adalah pasokan pangan. Pengamat memperkirakan sekitar 40% dari pasokan pangan Qatar diimpor lewat Arab Saudi, satu-satunya negara yang memiliki perbatasan darat dengan Qatar.
Namun Qatar berupaya untuk mengatasi blokade yang dihadapinya dan Iran -yang merupakan seteru Arab Saudi- mengumumkan sudah menerbangkan lima pesawat membawa berbagai produk ke Qatar.