BABAT POST – Dunia kembali menangis karena kehilangan sosok pioner di Internet. Bahkan Industri teknologi juga merasa kehilangan salah satu tokoh legendaris, Robert Taylor. Ia dikenal sebagai “otak” di balik ARPAnet, yakni cikal bakal internet komersil saat ini.
Taylor meninggal di usia ke-85, Senin (17/4/2017) dari Engadget. Sepanjang hidupnya, Taylor dikenang sebagai sosok yang visioner dan merupakan salah satu yang memperjuangkan agar internet bisa diakses semua kalangan, bukan cuma para elitis.
Pria tersebut merupakan kepala divisi penelitian tingkat tinggi di militerAmerika Serikat dari tahun 1965 hingga 1970. Ia mempelopori ARPAnet karena frustasi dengan sistem jaringan kala itu yang ruwet untuk menghubungkan satu sistem komunikasi ke sistem lainnya.
Ia meminta timnya membuat akses jaringan yang bisa diakses semua anggota tanpa harus ada perpindahan terminal. Timnya lantas menggodok ARPAnet dan mengudara untuk militer pada tahun 1969.
Setahun sebelumnya, pada 1968, Taylor membuat esai tentang jaringan masa depan yang saat ini kita sebut internet. Ia menyebut jaringan tersebut memiliki cakupan luas, bersifat desentralisasi dari perangkat yang terhubung, dan akan membentuk komunikasi berbagai arah hampir setiap saat.
Setelah diimplementasikan untuk kalangan militer, Taylor tak puas. Ia menghubungi pusat penelitian di Palo Alto untuk mencari tahu apakah ARPAnet bisa difungsikan oleh semua orang.
Bertahun-tahun ARPAnet dihubungkan ke teknologi Ethernet. Mekanisme ini merupakan tahapan awal pengembangan internet.
Lama-kelamaan, seiring dengan munculnya teknologi-teknologi baru, mimpi Taylor pun terwujud untuk membuat ARPAnet menjadi inklusif bagi semua orang.
Dalam perjalanannya menyebarluaskan internet, Taylor mendapat respons beragam oleh beberapa orang di sekitarnya. ARPAnet dulunya sempat tak disetujui untuk diboyong ke khalayak ramai.
Ditakutkan akses komunikasi yang terlampau luas akan berdampak buruk. Taylor pun menyadari hal tersebut. Ia sedari awal mengatakan bahwa akses internet akan mendatangkan manfaat sekaligus mudarat, tapi juga merupakan penanda peradaban yang lebih baik.
Taylor bahkan sudah memprediksi tentang bot dan virus internet sejak awal. Sama seperti penemu World Wide Web (www), Tim Berners-Lee, Taylor tak cuma memperhatikan pengembangan teknologi dari segi teknis.
Ia juga berpikir tentang dampak sosial di masa depan. Lebih banyak mudarat atau manfaat internet? Belum ada yang bisa mengukur pastinya seperti apa. Yang jelas, kita semua tentu sudah merasakan manfaat dan mudaratnya secara bersamaan setiap waktu.
Terlepas dari semua itu, para punggawa internet termasuk Robert Taylor patut dikenang dengan rasa hormat. Selamat jalan bapak internet!