Babatpost.com – Lokasi krisis kekerasan di tanah Suria nampaknya sudah mencapai tahap yang begitu mengerikan, setelah dikabarkan adanya serangan bom kimia, hal ini tentu menyebabkan mental anak-anak disana terancam mengalami stres.
Dampak terhadap seluruh generasi anak-anak dalam waktu dekat bisa jadi tak bisa disembuhkan tanpa pertolongan secepatnya, mereka menambahkan.
Stres karena perang telah menyebabkan peningkatan jumlah anak yang mengompol, menyakiti diri sendiri, mencoba bunuh diri, dan berperilaku agresif, menurut laporan terbaru lembaga itu.
Temuan tersebut didasarkan pada ratusan wawancara di Suriah.
Save the Children mengatakan studi yang mereka lakukan ialah studi terbesar tentang kesehatan mental dan kesejahteraan anak-anak Suriah di tengah-tengah perang, yang dimulai pada 2011 dan telah menewaskan lebih dari 300.000 jiwa.
Laporan berjudul Invisible Wounds mengungkap “krisis kesehatan mental yang mengerikan pada anak-anak yang terperangkap di Suriah.”
Save the Children berbicara kepada lebih dari 450 orang di tujuh dari 14 wilayah Suriah, mencakup anak-anak dari beragam usia, orang tua, pengasuh, pekerja sosial, pekerja bantuan, dan guru.
Mereka menemukan:
Hampir semua anak dan 84% orang dewasa mengatakan pengeboman dan berondongan peluru merupakan penyebab utama stres psikologi bagi anak-anak
Dua pertiga anak-anak kehilangan orang yang dicintai, rumahnya telah dibom atau diberondong, atau terluka karena perang, menurut orang dewasa yang diwawancarai (beberapa telah mengalami lebih dari satu kejadian traumatik ini)
71% orang yang diwawancarai mengatakan anak-anak semakin sering mengompol dan ‘kencing tanpa sadar,’ yang merupakan gejala stres berbahaya, atau stres toksik, dan post-traumatic stress disorder (PTSD)
48% orang dewasa mengaku pernah menemukan anak-anak yang kehilangan kemampuan berbicara atau mulai mengalami kesulitan bicara sejak perang dimulai
Hampir setengah jumlah orang yang diwawancarai mengatakan anak-anak “secara teratur atau selalu dirundung rasa duka atau kesedihan yang amat sangat”
Sekitar 2,3 juta anak telah pergi dari Suriah, dan sedikitnya tiga juta anak di bawah usia enam tahun tidak mengenal apa-apa selain perang, kata laporan tersebut.
Stres toksik dapat mengganggu perkembangan otak dan organ serta meningkatkan risiko kecanduan dan kelainan jiwa ketika dewasa, kata Alexandra Chen, spesialis perlindungan anak dan kesehatan mental di Harvard University.
“Setelah enam tahun peperangan kita berada pada titik kritis, yang setelahnya dampak terhadap tahun-tahun formatif bagi anak-anak bisa begitu besar sehingga permanen dan tak dapat kembali,” kata Dr Marcia Brophy, penasihat kesehatan mental senior di Save the Children.
“Risiko tumbuhnya generasi yang rusak, kalah oleh trauma dan stres yang ekstrem, tidak pernah lebih hebat.”
Penelitian untuk laporan tersebut dilakukan di wilayah tempat Save the Children dan mitra organisasi lokalnya bisa bekerja, yang kata grup itu umumnya diduduki kelompok oposisi.
Namun laporan tersebut menambahkan bahwa anak-anak di wilayah dalam pendudukan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS) -tempat Save the Children tidak dapat beroperasi -“juga sangat mungkin mengalami peristiwa traumatik”.
Kelompok amal tersebut mengatakan meskipun temuannya pesimis, bukti-bukti menunjukkan bahwa belum terlambat untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Mereka mengatakan program dukungan kesehatan mental dan psikososial menunjukkan kesuksesan dan perlu ditingkatkan di seluruh Suriah, dengan dukungan dari komunitas internasional.