babatpost.com – Sekuel game dan filmya memang pasti ditunggu – tunggu oelh para fansya. Film dengan tajuk zombie yang paling populer resident Evil sudah memasuki episode Akhir. Barengan dengan versi gamenya RE 7.
Sekuel terakhir diberi nama The Final Chapter Narasinya sendiri hanya berjarak tiga minggu dari ending Resident Evil: Retribution. Alice kini harus berkejar-kejaran tidak hanya dengan para zombie milik Dr. Alexander Isaacs (Iain Glen) namun juga waktu itu sendiri guna mencari serum anti T-virus di ke dalam The Hive, markas Umbrella di Racoon City sebelum eksistensi manusia yang hanya tersisa segelintir bakal musnah selamanya dalam hitungan jam.
Ya, The Final Chapter memang tidak memberikanmu kejutan berarti, padahal dengan embel-embel “babak terakhir”, sutradara Paul W. S. Anderson seharusnya bisa memberikan penghormatan, setidaknya yang terakhir buat para fans video game-nya yang sudah kecewa berat dari seri pertamanya. Tetapi seperti Anderson tidak peduli soal itu, ia terlalu malas untuk melakukannya, atau tidak punya kemampuan melakukannya, bahkan ia mungkin sebenarnya membenci franchise ini.
Bagi penonton yang sudah terlanjur terjebak dengan seri-seri Resident Evil mungkin akan kompak mengatakan bahwa ini adalah sebuah tontonan aksi horor medioker atau mungkin buruk. Harapan agar setiap serinya bisa lebih baik dan lebih setia ke sumber aslinya membuat secara tidak langsung kita tersandera dengan installment terbarunya, apalagi The Final Chapter memberi kesan ini adalah babak akhir dari perjalanan Alice yang panjang.
Toh, Resident Evil versi film tetaplah Resident Evil yang kita kenal, bahkan saya ragu jika The Final Chapter benar-benar menjadi sebuah penutup, semua tergantung dengan banyaknya Dolar yang akan diterima Screen Gems nantinya.
The Final Chapter, seperti yang saya katakan di atas, tidak berbeda jauh dengan saudara-saudaranya. Ia masih kacau di segala sisi. Untuk kualitas cerita sudah tidak perlu diragukan lagi, buruk! Bahkan tukang kebun Christopher Nolan saja mungkin bisa membuat naskah tenang zombie, kloning dan A.I yang lebih baik. Tidak peduli ketika Anderson kembali memasukkan Ali Later sebagai Claire Redfield atau memasang Iain “Ser Jorah” Glen dari Game of Thrones menjadi villain utama, The Final Chapter tidak menjadi lebih baik.
Jika ada satu-satunya yang cukup menggoda dari penulisan Anderson mungkin ada pada twist-nya, meski cukup mengejutkan dan menarik harus diakui juga itu terlihat serba maksa. The Final Chapter diisi dengan banyak flash back cerita, tentang Alice, tentang origins Red Queen yang rupanya lebih dari sekedar komputer super pintar saja, terlihat menjanjikan meskipun kenyataannya tetap berakhir bodoh.
Untuk sebuah franchise berlabel “action-horror”, Resident Evil tidak pernah benar-benar memaksimalkan potensinya. Ia tidak pernah bisa mewakili video game-nya, kecuali menampilkan beberapa karakter dari sumber aslinya, itu pun terlihat asal-asalan, yang penting ada, toh, sekali lagi jagoan kita hanya Alice yang tidak pernah ada di versi video game-nya. Ia juga tidak pernah menjadi terlalu horor, ini seperti cerita lain tentang Alice vs Umbrella dengan elemen sci-fi yang mendominasi. Di sisi lain juga tidak pernah bisa menghadirkan parade aksi yang benar-benar memukau. Terkedang terlalu lembek, seperti misalnya di The Final Chapter ini dan terkadang terlalu over seperti pada Afterlife yang absurd dan sok keren. Satu-satunya yang kamu ingat dari franchise ini mungkin hanya Milla Jovovich yang selalu tampil bad-ass sebagai seorang heroine tangguh meski lagi-lagi karakternya tidak pernah dibuat konsisten. Di satu seri ia bak dewa dengan kekuatan super sementara di seri lain ia tidak lebih dari manusia biasa yang sulit mati. Dalam The Final Chapter, Anderson memberi kejutan pada karakter Alice, tentang masa lalunya, tentang siapa dirinya sebenarnya, dan itu menjadi satu-satunya hal yang mungkin paling berkesan di The Final Chapter.