BABAT POST- Qualcomm nampaknya sedang bernasib sial karena sedang ditimpa masalah perihal praktik monopoli yang dilakukan Qualcomm sudah menjadi isu di industri teknologi sejak beberapa tahun lalu. Pada 2015, pemerintah China mendenda perusahaan pembuat chipset mobile tersebut senilai Rp 12,6 triliun.
Baru-baru ini, pemerintah Korea Selatan ikut menuntut Qualcomm sebesar Rp 11,5 triliun dengan tuduhan serupa. Terakhir, Komisi Perdagangan (FTC) Amerika Serikat juga melaporkan Qualcomm ke pengadilan negeri di California.
Model bisnis Qualcomm dianggap curang karena mengikis iklim kompetisi di industri chipset mobile. Alhasil, Qualcomm menjadi satu-satunya pemain besar dan dinilai semena-mena ke vendor perangkat mobile.
Contohnya, vendor dipaksa membayar royalti atas paten-paten yang tak jelas, sebagai konsekuensi menggunakan prosesor buatan Qualcomm. Vendor juga ditekan agar tak menggunakan chipset pesaing jika ingin tetap bekerja sama dengan Qualcomm.
Selain itu, Qualcomm juga dituduh membatasi lisensi paten standar yang penting untuk produsen chipset lain seperti Intel, Samsung, dan MediaTek.
Apple adalah salah satu yang disebut-sebut melaporkan kecurangan bisnis Qualcomm. Namun, sang pabrikan Cupertino masih irit bicara soal hal ini.
Qualcomm sendiri sesumbar akan melawan tuntutan hukum FTC di meja hijau. Menurut raksasa tersebut, teori hukum yang dipakai FTC tak kuat dan banyak celah.
“(FTC) memiliki konsep yang keliru tentang industri teknologi mobile,” ujar perwakilan Qualcomm, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Kamis (19/1/2017) dari WSJ.
Sementara itu, menurut hasil penyelidikan FTC, Qualcomm jelas punya kebijakan yang tak terkontrol karena mendominasi pasar. Hal ini bertentangan dengan etika berbisnis.
“Qualcomm memberlakukan pajak eksklusif atas penjualan prosesor, mengurangi otoritas para pesaingnya untuk mendapat insentif dan berinovasi, serta meningkatkan harga yang dibayar konsumen untuk ponsel dan tablet,” begitu tertera pada pengajuan hukum yang dilayangkan FTC.
Laporan hukum yang dilayangkan FTC mampu menurunkan saham Qualcomm sebanyak 4 persen di bursa saham Nasdaq pada Selasa lalu.
Ini bukan kali pertama Qualcomm berseteru dengan pemerintah suatu negara. Pada Februari 2015, China mendenda Qualcomm senilai 975 juta (Rp 13 triliun) atas tuduhan serupa.
China juga menerapkan masa percobaan selama 14 bulan bagi Qualcomm. Uni Eropa pun pernah menuduh Qualcomm memanfaatkan dominasi pasar untuk menghalangi jalan bisnis para pesaingnya.