Plt Gubernur DKI Sumarsono Ubah Beberapa Kebijakan Bikinan Ahok

Babatpost.com – Dengan masuknya Gubernur DKI Jakarta Non Aktik Ahok untuk mengikuti Pilkada DKI 2017, tugasnya secara resmi telah digantikan oleh pelaksana Tugas yang dipegang oleh Sumarsono. Pada masa jabatan yang cukup singkat itu Sumarsono telah mengubah beberapa kebijakan yang telah dibuat Ahok.

Sejak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, Sumarsono sebagai Plt Gubernur memiliki banyak kewenangan.

Read More

Di antaranya, menandatangani perda tentang APBD dan perda tentang Organisasi Perangkat Daerah dan melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah.

Setelah Sumarsono melantik enam pejabat baru dan menurunkan jabatan dua pejabat utama serta menghapus satu jabatan strategis di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kini dia menghapus kebijakan Ahok.

Sumarsono diketahui menggantikan Ahok selama 3,5 bulan sejak akhir November 2016 hingga pertengahan Februari 2017. Ahok mengajukan cuti selama itu dalam rangka menjalankan kampanye Pilkada DKI. Ahok menjadi salah satu kandidat Gubernur DKI Jakarta untuk merebut kembali jabatan yang diembannya selama ini.

Berita Terkait :  Buni Yani Bakal Jalani Sidang Vonis Terakhir Hari Ini

Berikut beberapa kebijakan Ahok yang dihapus Sumarsono.

Hentikan Laporan RT-RW Lewat Qlue
Qlue merupakan aplikasi yang dipergunakan warga Jakarta untuk sarana pengaduan terkait kepentingan publik. Namun, aplikasi yang diluncurkan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ini sekarang sudah menghentikan aturan yang mewajibkan para RT dan RW di DKI Jakarta agar melaporkan situasi.

Menurut Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono, Qlue untuk RT dan RW ini tidak diberlakukan kembali, sehingga pemberlakuan insentif sebesar Rp 10 ribu untuk sekali pelaporan juga diberhentikan.

“RT dan RW itu konsepnya pengabdian masyarakat, jadi lebih ke ketokohan. Jadi enggak perlu dikasih insentif ataupun gaji, cukup uang operasional saja,” ujar Sumarsono di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Januari 2017.

Karena itu, ujar dia, RT dan RW itu tetap ke posisi ketokohan masyarakat yang sangat dihargai dan pengakuan itu lebih penting daripada uang Rp 10 ribu. RT dan RW bukanlah karyawan ataupun buruh yang harus tunduk kepada peraturan dan Upah Minimum Provinsi (UMP).

“RT dan RW bukanlah buruh lurah. Mereka itu instrumen masyarakat, tokoh masyarakat yang diwajibkan untuk menjaga kerukunan antar warga ataupun rumah tangga. Sehingga yang diwajibkan untuk memantau situasi itu orang kelurahan dan para stafnya,” kata Soni, sapaan dari Sumarsono.

Berita Terkait :  Operasi Bersih Narkoba 2016, 11 Oknum Polisi di Sulawesi Tertangkap

Selanjutnya, Soni mengungkapkan bukan pihaknya yang memberhentikan aturan pelaporan Qlue di RT dan RW tersebut.

“Jadi saat menjabat di sini, sistem ini sudah berjalan dan untuk pelaporan tingkat RT dan RW sudah di-pending atau moratorium-lah. Berarti ini mungkin sudah menjadi kebijakan sebelumnya,” pungkas Sumarsono.

Saat membuat aplikasi Qlue ini, Ahok berharap dapat mempermudah warga DKI untuk memberikan keluhan langsung tentang sarana dan prasarana publik. Keluhan tersebut juga akan ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.

Aplikasi itu juga berguna untuk mengawasi apakah keluhan masyarakat itu sudah ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

Pemberian Dana Hibah TNI – Polri Dihapus
Sumarsono juga menghapus anggaran hibah untuk TNI-Polri dalam penyusunan APBD DKI 2017.

Padahal, Ahok sudah menganggarkan dana hibah untuk TNI-Polri. Hibah diberikan dengan tujuan agar nantinya institusi-insitusi TNI/Polri mau bekerja sama dalam penyediaan lahan parkir dan rumah susun.

Sumarsono sendiri membantah jika dia menghapus hibah untuk TNI-Polri.

“Hibah tahun ini saja belum habis, malah masih sisa banyak. Prinsip hibah untuk lembaga non-pemerintah sekali setahun. Nah, Mitra Praja Utama diberikan hibah tiap tahun, enggak masalah,” kata Sumarsono.

Hanya, ada persyaratan yang harus dipenuhi. Penerima hibah harus memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan hibah tahun ini. Karena hibah belum dapat terserap, maka hibah untuk Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya baru akan dimasukkan dalam APBD Perubahan 2017, bukan APBD 2017.

Berita Terkait :  Polri Beri Alasan Kenapa Gelar Perkara Kasus Ahok secara Terbuka

“Kemungkinan besar dua instansi terpaksa ikut anggaran (APBD) Perubahan 2017. Aturan mainnya, tidak bisa kalau tidak ada LPJ. Ini soal prosedur saja,” kata Sumarsono.

Adapun pada APBD 2016, hibah untuk Polda Metro Jaya mencapai Rp 41 miliar dan Kodam Jaya mencapai Rp 21 miliar.

Hibah Bamus Betawi Kembali Dianggarkan
Sumarsono kembali menganggarkan hibah untuk Bamus Betawi pada APBD-P 2016 sebesar Rp 2,5 miliar. Rencananya, Bamus Betawi akan mendapat hibah sebesar Rp 5 miliar pada KUA-PPAS 2017.

Sumarsono mengatakan, menghentikan dana hibah untuk Bamus Betawi yang dilakukan Ahok bukan hal tepat. Sebab, hal itu menyangkut kebudayaan yang menjadi sejarah Jakarta.

Jika ada masalah dengan Bamus Betawi, Sumarsono menilai permasalahan itu diselesaikan dengan cara dialog, bukan dengan menghentikan dana hibah. “Jadi, mohon maaf, ini saya teruskan, tahun ini dapat Rp 2,5 miliar,” kata Sumarsono.

Padahal, Ahok sebelumnya telah menghapus anggaran hibah tersebut.

Ahok menyebut anggaran hibah untuk Bamus Betawi maupun organisasi masyarakat lainnya dialihkan untuk program unggulan lain yang lebih prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, dan modal usaha.

“Jadi, buat apa? Misalnya, Anda mau bikin Lebaran Betawi, cari saja sponsor, misalnya seperti itu. Tetapi, itu sistem yang akan kami perbaiki ke depan,” kata Ahok.

Related posts