Jalan Panjang Lenovo Demi Menghidupkan Motorola

BABAT POST – Sejak Lenovo membeli Motorola senilai USD2.91 miliar (Rp38,7 triliun) pada Oktober 2014, Lenovo justru harus menghadapi berbagai masalah, seperti menurunnya penjualan smartphone, kehilangan posisinya sebagai 3 vendor terbesar dunia, memecat sekitar 3.000 orang dan mengalami kerugian pertamanya sejak 2009.

Penjelasan dari Wall Street Journal menunjukkan adanya beberapa kesalahan besar yang dibuat oleh Lenovo setelah mengakuisisi Motorola.

Read More

Wawancara dengan mantan pekerja dan pekerja dari Lenovo dan Motorola, kesuksesan CEO Lenovo, Yang Yuanqing dalam mengakuisisi IBM menciptakan pola pikir bahwa dia tidak bisa salah. Hal ini justru membuatnya melakukan beberapa kesalahan besar dengan Motorola.

Salah satu kesalahan terbesar Lenovo adalah dengan memboyong kembali Motorola ke Tiongkok pada 2015. Motorola meninggalkan pasar Tiongkok setelah diakuisisi oleh Google. Ketika itu, Lenovo telah berhasil membuat nama untuk dirinya sendiri di Tiongkok. Lenovo mengira, nostalgia akan mendorong penjualan Motorola.

Namun, Moto X hanya dijual secara online dan dihargai sekitar USD600-700 (Rp8-9,3 juta), yang tidak jauh berbeda dari harga iPhone di Tiongkok. Seperti yang disebut Android Authority, peluncuran smartphone merek Moto juga menyebabkan bentrok dengan produk Lenovo sendiri. Tidak lama kemudian, rencana itu dibatalkan.

Menurut riset IDC, penjualan Motorola di Tiongkok pada 2015 hanya mencapai angka 200 ribu unit. Di periode yang sama, pangsa pasar Lenovo di Tiongkok juga menurun drastis dari 12 persen menjadi 2 persen.

Sementara itu, strategi Lenovo untuk masuk ke pasar Amerika Serikat juga tidak jelas. Moto X Force didesain khusus untuk pasa AS, dan pada awalnya, biaya iklan untuk ponsel tersebut telah ditingkatkan. Namun, biaya marketing di AS kemudian dikurangi, begitu juga dengan biaya pengembangan produk AS.

Motorola hanya punya biaya iklan sebesar USD21.6 juta (Rp287,8 miliar) di semester pertama 2015, menurut pelacak iklan Kantar Media. Dan itu tidak akan bisa mengalahkan Samsung yang mengucurkan biaya iklan hingga USD187.8 juta (Rp2,5 triliun).

Keengganan untuk berinvestasi dan penjualan yang tak kunjung meningkat akhirnya berujung pada dirumahkannya setidaknya 2 ribu orang di AS. Tidak hanya itu, pengembangan produk Motorola pun pada akhirnya dipindahkan ke Tiongkok.

Pada saat yang sama, Lenovo memulai merek Zuk untuk bersaing dengan perusahaan seperti Xiaomi. Meskipun hal ini berarti mereka harus memindahkan karyawan dalam jumlah besar ke perusahaan baru mereka.

Dengan begitu, semakin sedikit orang yang bisa mengatasi masalah dengan Motorola. Pada Agustus 2015, Lenovo mengumumkan rencananya untuk mengurangi biaya USD1.35 miliar (Rp18 triliun) per tahun dan memecat sekitar 3.200 orang.

Sekarang, Yang percaya bahwa bisnis smartphone Lenovo akan sukses. Lenovo kini kembali menjadi merek smartphone nomor 6 di dunia, menurut IDC per Q3 2016.

Perusahaan asal Tiongkok itu juga telah meningkatkan biaya iklan global hingga 30 persen untuk merek Moto dan berencana untuk memanfaatkan penerimaan yang baik akan smartphone flagship mereka tahun lalu, Moto Z. Tahun ini akan menjadi penentu apakah strategi ini cukup untuk membawa Lenovo dan Motorola ke kesuksesan mereka sebelumnya.

Related posts