Barrack Obama Meminta CIA dan NSA Terkait Serangan Maya Selama Pemilihan Presiden 2016

BABAT POST – Kisruh terkait pemilu Amerika nampaknya menjadi prioritas Presiden AS nonaktif Barrack Obama yang meminta CIA dan NSA segera menyelesaikan laporan investigasi terkait serangan maya dan intervensi pihak luar selama Pemilihan Presiden 2016.

Obama memberi tenggat waktu hingga 20 Januari 2017 atau sebelum tampuk kepemimpinannya secara sah diteruskan ke Presiden AS terpilih Donald Trump. Hal tersebut disampaikan juru bicara White House, Eric Schultz.

“Ini adalah prioritas utama,” kata Schultz mencontohkan omongan Obama, sebagaimana dilaporkan Reuters dan dihimpun KompasTekno, Selasa (13/12/2016).

Menurut Schultz, Obama ingin tahu segala hal yang terjadi selama masa kampanye hingga pemilu digelar pada 8 November lalu. Pasalnya, NSA dan CIA mengatakan telah mengantongi bukti kuat tentang keterlibatan Rusia dalam memenangkan Trump.

Hanya saja, dua lembaga intelijen itu belum bisa membeberkan bukti-bukti kuatnya secara komperhensif. Mereka masih akan meneruskan proses investigasi hingga data siap dipublikasikan ke masyarakat.

Gelagat Rusia mengintervensi pemilu AS sudah terendus sejak beberapa bulan lalu, tepatnya ketika dua kandidat Presiden sedang dalam masa kampanye.

Mula-mula sistem komputer Partai Demokrat yang mendukung Hillary Clinton diretas. Banyak e-mail rahasia yang terungkap ke masyarakat umum dan berhasil menurunkan elektabilitas Clinton.

Alhasil, pada Oktober lalu Obama secara formal memperingatkan Rusia untuk tak campur tangan dalam proses pemilu Presiden AS. Setengah mengancam, Obama mengatakan akan ada konsekuensi bagi Presiden Rusia Vladimir Putin jika terbukti membobol jaringan partai politik menjelang pemilu.

Dari kesimpulan NSA dan CIA yang diketahui sejauh ini, Rusia sebenarnya tak cuma meretas sistem komputer Partai Demokrat tapi juga Partai Republik yang mendukung Trump.

Bedanya, informasi rahasia di dalam Partai Demokrat diumbar ke masyarakat. Sementara itu, kata NSA dan CIA, dokumen-dokumen Partai Republik justru tak dipublikasikan dan dipakai untuk menyerang Demokrat secara lebih terstruktur.

Trump buru-buru membantah kesimpulan terakhir lembaga intelijen. Ia mengatakan tak percaya Rusia mau membantunya.

“Ini sangat lucu. Tiap kali saya melakukan sesuatu (yang berhasil), orang-orang bilang ‘oh, Rusia mengintervensi’,” kata Trump.

Setelah laporan dari NSA dan CIA rampung dan diberikan ke pemerintah, belum jelas langkah lebih lanjut apa yang akan diambil. Jika benar Rusia ikut campur, bagaimana nasib Trump yang dijadwalkan masuk ke White House pada Januari mendatang? Kita tunggu saja.

Related posts