BABAT POST – Akhir-akhir ini banyak sekali berita bermunculan di media sosial. Entah itu berita yang konkrit atau hanya berita hoax.
Beredarnya berita hoax di media sosial memang sangat meresahkan. Karena itu, pengguna internet harus selektif memilah mana berita yang berisi fakta dan mana yang hoax alias bohong.
Kasubdit IT dan Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Himawan Bayu Aji menyebut, peredaran berita hoax memang harus dihindari. Ia pun membeberkan sejumlah tips agar pengguna internet tak tertipu informasi palsu dan menyesatkan yang beredar di media sosial.
“Antisipasinya pertama dengan edukasi. Kita tidak bisa mencegah perkembangan teknologi informasi. Tetapi teknologi informasi bisa kita kendalikan, dalam artian tak terjebak dengan sisi negatifnya, yakni dengan edukasi,” kata Himawan ketika ditemui usai menjadi pembicara acara Indonesia Internet Expo and Summit yang digelar APJII di Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Ia melanjutkan, jika pengguna internet memahami informasi, mereka diharapkan bisa memilah mana yang hoax dan mana yang tidak. “Jadi kalau kita dapat berita dari satu sumber yang tak jelas, sebaiknya kita cek dengan sumber-sumber yang valid. Misalnya dari media yang terdaftar di dewan pers,” ucap Himawan.
Ia mengatakan, penelusuran informasi hoax yang tak diketahui sumbernya bisa disandingkan dengan tiga atau empat media yang terdaftar di dewan pers. “Dari situ kita akan tahu, berita itu benar atau tidak,” tuturnya.
Himawan juga mengingatkan, tak semua berita yang teruji kebenarannya perlu di-share ke media sosial. Pria yang pernah menjabat sebagai wakil direktur reskrimum Banten ini mengatakan, sebelum membagikan sebuah informasi di media sosial, perlu diperhatikan nilai manfaatnya.
“Kalau memang negatif, lebih baik ditinggalkan. Kalau kita share akan memberikan akibat pada diri kita, karena itu, UU ITE sudah mentransformasikan hal-hal negatif dan melanggar hukum itu dengan sanksi pidananya,” katanya.
Dalam menangani kejahatan siber, polisi pun telah berkoordinasi dengan berbagai stakeholder lainnya. “Koordinasi, komunikasi, dan best practise itu tidak bisa kita lakukan dengan ego sectoral atau satu lembaga saja. Kami berkomunikasi dengan komunitas, lembaga, hingga Kominfo untuk menganalisa apakah suatu akun mengandung unsur pidana,” kata Himawan menjelaskan.