BABAT POST – Kejadian bom Samarinda membuat warga resah akan ledakan tersebut. Pasalnya ledakan bom tersebut membuat banyak korban yang meninggal.
Presiden Jokowi menginstruksikan Polri dan aparat penegak hukum mengambil langkah tegas kepada pelempar bom molotov di depan Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu pagi 13 November 2016. Apalagi, akibat tindakan teror tersebut, seorang balita meninggal dunia.
“Presiden telah menginstruksikan kepada Polri dan juga aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas bagi siapapun pelakunya apakah ini pelaku tunggal atau ada aktor di belakangnya,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/11/2016).
Pramono mengatakan, karena mengakibatkan nyawa anak-anak yang tidak berdosa melayang, maka siapapun pelakunya harus dihukum seberat-beratnya.
Dia menuturkan, pelaku merupakan residivis kasus terorisme. Oleh karena itu, hukuman pelaku yang sudah ditangkap yaitu Johanda alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia (32) harus semakin berat. “Karena kalau tidak, dia akan mengulangi lagi. Mengulangi lagi dan merasa tidak pernah bersalah,” kata Pramono.
Dia mengatakan, adanya bom di gereja Samarinda mengindikasikan program deradikalisasi terhadap teroris masih belum berhasil 100 persen. Namun demikian, deradikalisasi harus tetap dilakukan untuk mencegah perbuatan serupa terulang.
“Tapi banyak juga yang berhasil bahkan para pelaku-pelaku utama sebelumnya yang dianggap sebagai guru itu akhirnya mereka ikut dalam program deradikalisasi dan mereka membwa pengaruh yang positif bagi umatnya,” kata Pramono.
Dia menjelaskan, program deradikalisasi tetap harus dilakukan dan ini merupakan pekerjaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Selain deradikalisasi, penegakan hukum terhadap teroris juga sangat penting.
Pramono menduga, berdasarkan pelaku yang merupakan orang lama dalam dunia terorisme, maka jaringannya bukan tunggal.
“Kalau melihat begitu demonstratifnya melakukan siang hari tanpa perlindungan apa-apa, kemudian dengan gampang ditangkap masyarakat, ini menunjukkan bahwa memang dia menyiapkan diri untuk menjadi martir,” Pramono menandaskan.
Kabid Humas Polda Kaltim AKBP Fajar Setyawan menyatakan, ledakan terjadi Minggu 13 November 2016, sekitar pukul 10.00 Wita. Saat itu jemaah yang selesai ibadah sedang keluar menuju parkiran.
Tiba-tiba, sambung dia, datang orang yang tidak dikenal melemparkan bom molotov ke halaman parkir gereja.
Pelaku kemudian melarikan diri dan melompat ke Sungai Mahakam. Warga melihat kejadian tersebut berusaha mengejar pelaku dan akhirnya pelaku ditangkap warga dan diserahkan ke pihak Polsek Samarinda.