BABAT POST – Siapa yang tak kenal Aho. akhir-akhir ini telah ramai memperbincanhkan Ahok untuk dugaan kasus penistaan agama.Ternyata ada Buni Yani dibalik itu semua.
Nama Buni Yani menjadi perbincangan di tengah kontroversi ucapan gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Dia diduga memenggal pidato Ahok saat kunjungan dinas akhir September lalu dan menyebarkannya melalui media sosial.
Tak ayal, apa yang disebar tersebut membuat gaduh seluruh negeri. Beberapa kelompok masyarakat di Indonesia turun ke jalan. Mereka meminta polisi sebagai perangkat penegakan hukum memproses Ahok atas dugaan penistaan agama.
Presiden Joko Widodo turun tangan. Meminta polisi bekerja cepat, transparan, serta hati-hati dalam penanganan perkara tersebut. Bahkan, meminta polisi menyiarkan secara langsung gelar perkara yang menentukan ada-tidaknya tindak pidana dalam pernyataan yang disampaikan Ahok itu.
Tentu saja apa yang diminta Presiden itu adalah sejarah baru proses penyelidikan. Di mana informasi yang seharusnya masuk kategori dikecualikan dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik dapat disaksikan terang benderang.
“Kita akan lakukan gelar perkara secara terbuka. Presiden meminta gelar perkara dilakukan live. Ini tidak wajar, tapi ini titah untuk transparansi,” kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Senin (7/11/2016).
Meski gelar perkara belum dilakukan, Kapolri memberikan sinyal “nasib” kasus yang membelit Ahok.
Dia menilai Ahok tidak bermaksud menistakan agama atau menghina ulama dalam pernyataannya di Kepulauan Seribu, Jakarta, beberapa waktu lalu.
“Dalam bahasanya itu, ‘Jangan percaya kepada orang,’ bahasanya, ‘Bapak-bapak, ibu-ibu punya batin sendiri tidak pilih saya. Dibohongi pakai….’ Kata ‘pakai’ ini penting sekali. Tapi dalam konteks itu tidak ada maksud terlapor mengatakan Al Maidah itu bohong,” Tito menjelaskan di Istana Presiden, Jakarta, Sabtu (5/11/2016).
Menurut dia, kata “pakai” inilah yang dihilangkan dalam video di media sosial.
“Lalu ‘dibohongi Al Maidah 51’ dan ‘dibohongi pakai’ itu berbeda artinya,” Tito menekankan.
Kapolri mengatakan pula, pernyataan Ahok ini terkait dengan peristiwa Pilkada Belitung Timur pada 2007. Pada saat itu, Ahok juga diguncang dengan isu SARA. Beredar selebaran yang mengutip ayat tersebut.
Ahok melalui pengacaranya menjelaskan kata tersebut tidak mengacu kepada ulama, bisa siapa saja. Namun, kata dia, ini berbeda dengan pemahaman pelapor. Pada persepsi mereka, kata “orang” mengacu pada ulama.
Inilah, ia menegaskan, yang tengah diselidiki oleh Polri. Karena itu, penyidik akan memeriksa sejumlah ahli bahasa untuk membuktikan Ahok menistakan agama atau tidak.