BABAT POST – Setiap harinya jutaan oran di dunia ini harus menghadapi rasa nyeri akibat penyakit, yang sebagian besar belum terdiagnosis penyebabnya. Obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas menjadi tumpuan untuk membebaskan diri dari rasa sakit.
Penyakit yang sering menyebabkan nyeri kronik antara lain penyakit otot dan persendian seperti rematik, sakit kepala, sakit punggung, dan juga fibromyalgia.
Meski obat-obatan memang bisa membantu mengurangi rasa nyeri, tetapi sebenarnya ada pilihan terapi lain. Bagi sebagian orang, terapi alternatif lebih efektif dalam menangani nyerinya. Terapi tersebut juga bisa menjadi pelengkap terapi medis yang diberikan dokter.
Terutama bagi para pengidap penyakit otoimun yang sebaiknya tak terlalu bergantung pada obat. Itu karena penyakit tersebut bisa dikendalikan jika pengidap menerapkan pola hidup tepat, termasuk pola makan sehat untuk mengurangi dosis obat.
Hal itu terungkap dalam Kampanye Otoimun Indonesia yang diprakarsai Marisza Cardoba Foundation, Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia, dan Komunitas Organik Indonesia, di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Minggu (16/10). Sekitar 800 pengidap penyakit otoimun menghadiri acara itu.
Penyakit otoimun adalah kondisi abnormal pada sistem kekebalan tubuh, di mana kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Ada lebih dari 150 jenis penyakit otoimun, antara lain lupus, artritis rematoid atau rematik, dan diabetes melitus tipe 1. Sekitar 80 persen pengidap penyakit otoimun adalah perempuan dan anak-anak.
Salah satu penderita penyakit otoimun yang bergantung pada obat adalah Sarah (27), warga Pondok Aren, Tangerang Selatan. Ia terkena artritis rematoid kronis pada 1997 di usia 8 tahun dan sindrom antibodi antifosfolipid (APS/gangguan sistem pembekuan darah) pada 2012.
Dalam sehari, Sarah harus minum 4 jenis obat, yakni obat penekan antibodi tubuh, obat pengencer darah, obat tulang, serta obat yang mengandung steroid.
Sejak usia 8 tahun, ia minum obat yang mengandung steroid. Padahal, efek samping konsumsi steroid jangka panjang adalah tulang keropos atau osteoporosis. Pada 2010, ia menderita osteoporosis. Dua tahun kemudian, ia kena APS sehingga berhenti kuliah dari Universitas Budi Luhur, Jakarta.
“Kalau berhenti minum (steroid), kondisi saya drop. Kalau tetap minum, tulang makin keropos,” ujarnya.
Berikut adalah beberapa terapi alami yang sudah dibuktikan melalui penelitian efektif mengurangi rasa nyeri.
– Akupuntur
Sekitar 3 juta orang Amerika telah mencoba terapi Tiongkok kuno ini. Para dokter juga menyebut terapi ini cukup aman, asalkan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
– Yoga
Walau kebanyakan orang mempraktikkan yoga sebagai pilihan olahraga atau pun meditasi, tetapi gerakan-gerakan yoga juga terbukti efektif mengurangi rasa nyeri punggung. Penelitian terbaru juga menybutkan rutin berlatih yoga bisa menurunkan risiko penyakit jantung dan gejala-gejala depresi, artritis, dan mencegah diabetes.
– Terapi pijat
Pijatan memang berdampak menenangkan dan membuat pegal hilang. Lebih dari itu, melakukan terapi pijat juga efektif mengurangi nyeri leher. Terapi ini juga bisa meningkatkan kualitas hidup pasien kanker, depresi, dan HIV/AIDS.
– Teknik rileksasi
Orang yang menderita sakit kepala dan migrain direkomendasikan untuk mencoba teknik-teknik rilekasi, seperti latihan napas dalam, meditasi, dan sebagainya.
– Olahraga
Ada banyak alasan untuk melakukan olahraga teratur, salah satunya memperbaiki postur tubuh dan mengurangi rasa nyeri punggung bawah.