BABAT POST – Selain kasus pembunuhan Wayan Mirna, kasus kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib pun hingga kini masih menjadi pergunjingan. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (Kontras) Haris Azhar bahkan mengatakan, kasus kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib semakin rumit.
Pendapat dan sikap berbeda dari lembaga-lembaga negara terkait keberadaan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir dinilainya sebagai bentuk lepas tanggung jawab.
Menurut dia, proses pengusutan kematian Munir terhambat dan belum jelas bentuk penyelesaiannya.
“Ini makin menunjukkan bahwa kejahatan negara kepada Munir itu masih terjadi sampai hari ini. Karena upaya mengungkapnya masih terhambat. Ini juga menunjukkan bahwa kejahatan tersebut melibatkan banyak orang,” ujar Haris, saat konferensi pers di Sekretariat Kontras, Jakarta, Jumat (14/10/2016).
Haris menduga kondisi ini terjadi karena belum adanya kepemimpinan yang jelas dan tegas dalam upaya penyelesaian kasus Munir.
Masing-masing lembaga belum terkoordinasi untuk menentukan tindakan apa yang harus dilakukan dalam penanganan kasus ini.
“Saya khawatir di antara mereka sendiri belum ada kepemimpinan yang jelas dan tegas bahwa kasus ini harus seperti apa ke depan,” ujar Haris.
Oleh karena itu, ia meminta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin negara mengadakan rapat khusus untuk mengkoordinasikan tindakan yang akan dilakukan pemerintah.
“Kalau soal kepemimpinan kuncinya di Presiden. Presiden Joko Widodo daripada dia sibuk buang-buang waktu melihat tangkap tangan pungli, lebih baik dia pimpin rapat untuk penanganan ini,” kata Haris.
Selain itu, Haris juga meminta agar Jokowi mengumumkan secara resmi terkait status kasus Munir dan tindakan pemerintah dalam menyikapi hal tersebut.
Dengan demikian, ada kepastian hukum mengenai penanganan kasus Munir.
“Lebih baik diumumkan dulu satu suara terkait dengan kondisinya (kasus Munir). Lalu, apa yang akan dilakukan terkait kondisi tersebut,” tambah Haris.
Aktivis HAM sekaligus pendiri Kontras dan Imparsial, Munir, meninggal di atas pesawat GarudaIndonesia dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana pada 7 September 2004 lalu.
Pada 11 November 2004, pihak keluarga mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa Munir meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
Pilot Garuda Polycarpus Budihari Priyanto divonis bersalah atas kasus pembunuhan Munir.