BABAT POST – Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali memberikan komentar pedasnya kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama dengan mengatakan “pergilah ke neraka”.
Dan terkait pernyataaan Duterte tersebut, para pejabat Pemerintah Amerika Serikat (AS) malah membandingkan Duterte dengan kandidat Presiden AS, Donald John Trump.
”Dia seperti Trump,” kata seorang pejabat senior AS untuk Asia Tenggara kepada Reuters.
”Dia sangat membutuhkan perhatian, dan semakin dia mendapatkannya, semakin keterlaluan. Hal ini paling bijaksana untuk mengabaikan dia,” kata pejabat yang berbicara dalam kondisi anonim itu.
Pernyataan ofensif terbaru Duterte untuk Obama itu muncul pada pidatonya di Manila hari Selasa. Duterte kesal karena AS sebagai sekutu Filipina bukannya mendukung perang melawan narkoba, tapi justru mengkritik terkait banyaknya korban jiwa.
”Alih-alih membantu kami, yang pertama memukul adalah Departemen Luar Negeri (AS). Jadi, Anda bisa pergi ke neraka, Obama, pergilah ke neraka,” katanya.
”Uni Eropa, lebih baik memilih api penyucian. Neraka sudah penuh. Mengapa saya harus takut pada Anda?,” kesal Duterte.
Duterte bahkan sempat mengucapkan; ”Saya akan putus dengan Amerika”. Namun, tidak ada penjelasan apa maksud dari kata “putus” itu.
Duterte, dalam pidatonya juga mengungkapkan bahwa AS menolak menjual rudal dan beberapa senjatanya kepada Filipina. Keputusan AS itu muncul setelah perang narkoba yang dikobarkan Duterte di Filipina memicu pembunuhan brutal besar-besaran yang merenggut ribuan gembong dan pengguna narkoba.
”Walaupun mungkin terdengar seperti kotoran bagi Anda, ini adalah tugas suci saya untuk menjaga integritas republik ini dan orang-orang yang sehat,” kata Duterte, seperti dikutip Reuters.
”Jika Anda (AS) tidak ingin menjual senjata, saya akan pergi ke Rusia. Saya mengirim para jenderal ke Rusia dan Rusia mengatakan ‘jangan khawatir, kami memiliki semua yang Anda butuhkan, kami akan memberikannya kepada Anda’,” ujar Presiden Filipina berjuluk “The Punisher” atau “Penghukum” ini.
”Dan untuk China, mereka mengatakan ‘hanya perlu datang dan tandatangani, dan semuanya akan disampaikan’,” lanjut Duterte.
Sebelumnya, Duterte mengatakan bahwa dia akan meninjau Pakta Perjanjian Kerjasama Pertahanan AS-Filipina. Duterte juga pernah menginginkan agar pasukan AS hengkang dari wilayah Filipina selatan.
Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2014, membolehkan AS menempatkan pasukannya di pangkalan militer Filipina. Tujuannya untuk menjamin keamanan maritim dan operasi kemanusiaan dan penanganan bencana.
Duterte mengatakan AS seharusnya mendukung Filipina dalam menanggulangi masalah narkoba yang sudah kronis. Tapi, dia kesal karena AS justru mengkritiknya karena tingginya angka kematian, seperti halnya kritik dari Uni Eropa.
Duterte dalam pidatonya mengaku tidak peduli dengan keputusan AS yang menolak menjual senjata, termasuk rudal, kepada Filipina. Menurutnya, Rusia dan China sudah menjamin untuk memasok senjata kepada Filipina dengan cara mudah.
Para pejabat AS mengatakan kata-kata Duterte ini belum diterjemahkan ke dalam kebijakan yang sebenarnya. Sebagai contoh, AS dan Filipina tetap melakukan latihan perang bersama meski Duterte beberapa hari lalu menyatakan latihan perang Filipina dan AS akan jadi yang terakhir. Duterte juga pernah meminta para pasukan AS hengkang dari wilayah Filipina selatan, tapi kemudian dibantah pejabat Departemen Luar Negeri Filipina.
”Itu semua gertakan,” kata pejabat pertahanan AS lainnya.
”Pernyataan Duterte ini belum berdarah ke dunia kita,” imbuh pejabat itu, seperti dikutip Reuters, Rabu (5/10/2016).