BABAT POST – Seorang politikus Mesir baru saja mengeluarkan komentar yang dianggap memalukan para pria Mesir. Anggota parlemen Mesir bernama Elhamy Agina mendukung mutilasi organ kelamin wanita (FGM) dengan alasan para pria di negaranya lemah syahwat. Komentar politikus Mesir ini dianggap keterlaluan karena masyarakat internasional sedang berkampenye menghentikan sunat bagi kaum perempuan.
Menurut Elhamy Agina, FGM adalah solusi untuk mengurangi libido wanita.
“Konsumen terbesar stimulan seksual adalah yang lemah, yang akan mengkonsumsi,” katanya mengacu pada pria di Mesir yang dia sebut mengalami lemah syahwat.
Komentar itu membuat Elhamy Agina menuai kecaman di media sosial. Media setempat melaporkan bahwa dia berupaya meminta maaf.
”Saya tidak bermaksud untuk mempermalukan rakyat Mesir,” katanya kepada stasiun televisi Al Mehwar dalam sebuah wawancara yang diterbitkan media lokal, Parlmany.
Dalam wawancara itu, Agina mengakui bahwa FGM adalah “kejahatan”. Dia juga tidak akan membiarkan putrinya mengalami prosedur FGM.
Tapi dia menegaskan: “65 persen dari laki-laki Mesir menderita lemah seksual atau impoten”. Dia juga blak-blakan bahwa dirinya kadang-kadang menjadi penderita.
Mervat El-Talawy, Kepala Dewan Nasional Mesir untuk Perempuan, bingung atas pernyataan Agina. Menurutnya, politikus itu menderita psikologis kompleks.
”Ini tidak mungkin bahwa dia (Agina) dapat mencemooh parlemen, lembaga legislatif yang besar. Bagaimana bisa seorang pria seperti itu mewakili kita, para pria!,” kata Talway dalam sebuah wawancara dengan Alhayat TV, yang dikutip Kamis (8/9/2016).
“Bagaimana dia bisa menentang pemerintah pada hukum seperti itu?,” katanya yang menyebut praktik FGM telah memalukan Mesir ke penjuru dunia.
”Saya menentang semua orang tua yang berpikir mereka dapat memiliki kekuatan untuk melakukan tindakan seperti itu. Saya berbicara di sekolah menentang praktik (FGM). Saya memberitahu syekh dan menteri wakaf untuk mengecam praktik selama khotbah Jumat,” ujarnya. ”Kita harus mengubah budaya.”
Sekedar info, tahun lalu seorang dokter di Mesir divonis penjara dua tahun karena melakukan pengrusakan alat kelamin perempuan (FGM), atau di Mesir biasa disebut sunat perempuan, yang menyebabkan kematian seorang anak berusia 13 tahun.
Putusan itu dikeluarkan oleh pengadilan banding di kota Mansoura, kawasan Delta Nil, Senin (26/01).
Banding diajukan oleh pihak-pihak yang menentang praktik FGM mengajukan banding atas pengadilan sebelumnya yang membebaskan Raslan Fadl atas kematian Suhair al-Bataa.
Kasus yang dialami oleh Fadl ini merupakan kasus pertama terkait dengan FGM yang sampai di pengadilan.
Juru bicara kelompok Equality Now, Suad Abu-Dayyeh, mengatakan putusan pengadilan merupakan “kemenangan monumental bagi perempuan dan anak-anak perempuan d Mesir”.
“Negara ini menunjukkan peraturan akan ditegakkan dan kami berharap bahwa ini menjadi langkah pertama untuk mengakhiri praktik kekerasan ekstrem terhadap perempuan selamanya,” katanya.
Suhair al-Bataa meninggal dunia Juni tahun 2013 setelah diduga menjalani prosedur sunat perempuan dengan pengrusakan alat kelamin. Praktik tersebut masih banyak dilakukan masyarakat Mesir meskipun secara resmi sudah dilarang sejak 2008.
Jumlah anak perempuan yang meninggal karena FGM tidak diketahui secara pasti, karena kematian setelah menjalani FGM biasanya dicatat sebagai kematian akibat alergi obat antibiotik atau pendarahan.