BABAT POST – Berdasarkan data World Health Organization (WHO) mencatat terdapat 14 juta kasus kanker baru di dunia pada 2012 dan 8,2 juta kasus di antaranya meninggal dunia akibat kanker. Data tersebut menjadikan kanker sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia.
“Mengenai penyakit kanker, sekarang sudah bisa menjadi suatu penyakit yang disebut penyakit dahsyat yang paling banyak menghabiskan uang pemerintah,” kata Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia & Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Prof DR dr Aru Wisaksono Sudoyo Sp PD-KHOM saat jumpa pers RetroRun di Artotel, Jakarta, Senin (5/9/2016).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data riset kesehatan dasar Balitbangkes Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi penderita kanker di Indonesia sebanyak 0.14% pada tahun 2013. Sedangkan di negara maju, angka penyakit ini sudah menurun.
“Dari tahun ke tahun angka penderita kanker di Indonesia terus meningkat bahkan hingga mencapai angka yang mengkhawatirkan sehingga diperlukan penanganan dan sosialisasi secara berkesinambungan agar masyarakat lebih peduli akan bahaya kanker dan turut berupaya untuk menekan laju pertumbuhannya,” bebernya.
“Kanker itu di Indonesia sebagai negara berkembang secara umum meningkat tajam. Di Cipto (RSCM), bangsal dalam saja 35% itu sakit kanker. Ini fenomena luar biasa. Kalau kanker itu enggak cuma pasien saja yang sakit, tapi juga keluarganya,” jelas Aru.
Meningkatnya prevalensi penderita kanker dari tahun ke tahun di Indonesia ini umumnya disebabkan minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi kanker sejak dini dan kurangnya kesadaran untuk menerapkan gaya hidup sehat.
Untuk mengatasi hal tersebut, Aru menyarankan untuk menjalankan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini.
“Makan sayur dan buah-buahan 4 kali sehari berkurang kanker sebesar 30%. Itu pentingnya ubah lifestyle. Olahraga juga nggak cuma untuk kebugaran, mau kombinasi atau aerobik itu sudah ada penelitian bisa mengurangi kanker, jangan ngeroko juga,” pungkasnya.
Pengobatan standar penyakit kanker yaitu kemoterapi, radiasi, atau operasi, saja dianggap belum cukup untuk membersihkan tubuh dari sisa-sia sel kanker. Karena itu kini dikembangkan metode penguatan sel imun untuk melawan kanker.
Menurut Chief President FUDA Cancer Hospital, Prof.Xu Kecheng, sel kanker sebenarnya bukan benda asing, tetapi milik tubuh kita sendiri.
“Hanya saja ia tumbuh tidak normal dan berubah menjadi ‘jahat’,” katanya dalam acara seminar dan peluncuran buku Hidup Berdamai dengan Kanker di Jakarta (4/9/16).
Ia menambahkan, mengharapkan sel-sel kanker hilang dengan memberantas total dari tubuh sepenuhnya sebenarnya tidak mungkin.
“Saat tubuh terkena kanker, maka yang terjadi adalah perang antara sel-sel kanker dan tidak mungkin akan habis total,” ujarnya.
Pengobatan kanker dengan operasi saja, kemudian mengharapkan bebas dari kanker adalah pemikiran yang salah. Pasien harus diajarkan menerima dan hidup damai dengan kanker.
“Yang bisa dikerjakan adalah bagaimana bersahabat dengan musuh itu. Syaratnya, memperbesar dan memperkuat pasukan sel-sl imun tubuh untuk melawan sel-sel kanker yang jahat. Terapi dengan mengandalkan sistem imun tubuh ini dikenal dengan imunoterapi,” katanya.
Menurutnya, bila tentara di dalam tubuh (sel darah putih) diperbanyak, otomatis sel kanker tertekan.
Ia menyampaikan 5 hal yang bisa membuat kondisi imun tubuh tetap tinggi, yaitu selalu gembira dan menghindari stres, menjaga pola makan sehat, usahakan melakukan olahraga ringan setiap hari, tetap bekerja, dan melakukan imunoterapi.
Imunoterapi, yaitu terapi dengan menyuntikkan sel darah terbaik pasien yang sudah dibiakkan untuk meningkatkan kembali imunitas tubuh.
Keyakinan itu, menurut Kecheng, membantunya bisa bertahan melalui kanker hati yang dideritanya sekitar 10 tahun lalu. Kini, di usianya yang menginjak 76 tahun Kecheng terus menularkan pada pasien-pasiennya bagaimana cara berdamai dengan kanker.