BABAT POST – AR, pelaku eksploitasi anak laki-laki untuk diperdagangkan kepada pelanggannya yang juga laki-laki bakal dikenakan pasal berlapis.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, AR dijerat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena melakukan perdagangan orang melalui Facebook.
“Pelaku kami lapisi dengan berbagai pasal. Kami kenakan juga pasal perdagangan orang (Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang),” ujar Agung, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
AR juga terancam melanggar undang-undang perlindungan anak.
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terdapat pemberatan hukuman terhadap pelaku.
Polisi juga menganggap pelaku melakukan pencucian uang karena meraup banyak keuntungan dari tindak pidananya.
“Pasal pencucian uang juga karena menampung hasil kejahatan,” kata Agung.
Dalam menjalankan bisnisnya, AR dipastikan tidak sendirian karena korbannya mencapai 99 orang.
Ia diyakini tergabung dalam jaringan yang menyediakan anak laki-laki di bawah umur untuk dijajakan khusus kepada penyuka sesama jenis.
“AR sebagai penyedia tidak sendirian. Mereka saling mengisi, kalau ada yang perlu yang seperti ini, kalau tidak ada, akan diambil dari tempat lain,” kata Agung.
Tak hanya pelaku yang mempertanggungjawabkan kasus prostitusi anak untuk penyuka sesama jenis.
Polisi akan mengembangkan kasus ini untuk mengincar para pengguna jasa tersebut.
Pengguna jasa anak-anak tersebut bisa dikenakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara.
Agung menegaskan bahwa eksploitasi anak untuk pemuas seksual merupakan tindak kejahatan.
“Nanti kami kembangkan siapa yang menggunakan. Anak harus dilindungi, jangan dianggap suka sama suka lalu diabaikan,” kata Agung.
AR diperkirakan telah menjalankan bisnisnya selama setahun. Namun, belum dapat dipastikan bagaimana cara AR merekrut korbannya. Begitu pula dengan jumlah pelanggan yang telah menggunakan jasanya sebagai muncikari.
“Ini kejahatannya tidak seperti bisnis legal. Pencatatannya (transaksi) tidak baik,” kata Agung.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung pemerintah agar bersikap tegas terhadap kasus prostitusi gay yang melibatkan anak di bawah umur, sebagaimana yang dikuak oleh Badan Reserse Kriminal Polri.
KPAI mendorong pemerintah memberlakukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak agar pelaku prostitusi itu bisa dihukum mati.
“Germo yang jadi pelaku serta kaum gay yang jadi pelanggannya perlu dikenakan Pasal 81 Perppu 1 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Perlindungan Anak, yang mengatur hukuman pidana hingga hukuman mati, hukuman seumur hidup, atau penjara mnimal 10 dan maksimal 20 tahun. Pelaku adalah residivis yang atas kejahatan serupa, korbannya lebih dari satu, sehingga terpenuhi unsur pemberatan. Si pencabul harus dikejar. Ini ada semacam manajemennya. Jaringan dan sindikatnya harus dibongkar,” ujar Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh dalam keterangannya, Kamis (1/9/2016).
Niam mengungkapkan kembali keterangan yang diperoleh Polisi, bahwa ada 99 korban kejahatan seksual yang diungkap di akhir Agustus 2016 itu. Ini adalah ‘alarm’ untuk semua pihak bahwa kejahatan seksual memang perlu ditangani serius.
“Ini harus dijadikan momentum untuk memerangi kejahatan seksual pada anak, sekaligus wujud konkret dukungan atas kebijakan Presiden yang menegaskan kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa, dan memelopori dengan menerbitkan Perppu,” kata Niam yang juga dosen Pascasarjana UIN Jakarta ini.
KPAI dan Bareskrim Polri melakukan koordinasi. Terungkap, banyak komunitas gay menyasar anak-anak, disebut sebagai komunitas gay brondong dan terkuak ada di Bogor, Jawa Barat itu. KPAI ingin agar anak-anak korban ini segera direhabilitasi agar terhindar dari penyimpangan seksual.
“Perlu langkah cepat untuk pemulihan agar tidak terus dalam penyimpangan. Jika tdak ditangani serius, potensial untuk menjadi pelaku,” kata Niam.