BABAT POST – Jelang pemilihan umum parlemen tahun depan, calon Perdana Menteri (PM) Belanda, Geert Wilders, bersumpah menutup semua masjid dan melarang kitab suci Alquran di negaranya jika terpilih sebagai pemimpin Belanda. Sumpah itu dia sampaikan dalam manifesto seruan “de-Islamisasi” Belanda.
“The Netherlands is ours again (Belanda milik kita lagi),” demikian judul manifesto yang diluncurkan politisi Dutch Freedom Party (PVV) tersebut. Wilders selama ini dikenal sebagai politisi sayap kanan yang anti-Islam.
Manifesto satu halaman dengan 11 poin itu dia terbitkan hari Kamis. Manifesto itu sudah lama dia siapkan untuk dipublikasikan menjelang Pemilu Belanda bulan Maret tahun depan.
Beberapa poin dokumen manifesto Wilders antara lain seruan penutupan semua masjid dan sekolah Islam, larangan kitab suci Alquran, dan larangan masuk bagi imigran asal negara-negara Islam.
“Semua masjid dan sekolah Islam akan ditutup, Al-Qur’an dilarang,” bunyi dokumen manifesto Wilders yang memaparkan janji-janji pemilu Partai Kebebasan (PVV) menjelang pemilu legislatif yang akan digelar pada Maret 2017 mendatang.
Melarang jilbab di depan umum juga diusulkan dalam manifesto tersebut.
”Serta larangan semua ekspresi Islam yang melanggar ketertiban umum,” bunyi salah satu poin manifesto, seperti dikutip Russia Today, Sabtu (27/8/2016).
Untuk menggalang dukungan, partai pimpinan Wilders juga berjanji akan memangkas seluruh bantuan asing dan meningkatkan pendanaan untuk polisi dan sistem keamanan.
Wilders berpendapat, semua langkah-langkah dalam usulannya itu untuk menyelamatkan uang negara sebesar 7,2 miliar Euro (USD 8 miliar).
“PVV memerangi Islam, ingin menutup perbatasan Uni Eropa dan (menyelamatkan) miliaran (dana) sehingga kita bisa memberikan lagi kepada orang-orang,” kata Wilders dalam sebuah pernyataan.
”Pesan saya kepada Belanda: Belanda harus kembali menjadi milik kita,” katanya lagi.
Rencana Wilders dikritik sejumlah pihak, salah satunya dari Pemimpin Christian Democratic Appeal, Sybrand van Haersma Buma.
”Benar-benar aneh dan luar biasa,” kata Buma.
”Program ini lebih lanjut akan mempolarisasi masyarakat Belanda,” lanjut dia.
Wilders sudah dua kali dibawa ke pengadilan atas tuduhan menghasut kebencian, yakni pada 2011 dan Maret 2016. Lantaran pandangan politiknya yang anti-Islam, Wilders kerap disamakan dengan calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump.
Terlepas dari krisis imigran yang melanda Eropa sejak setahun terakhir, jajak pendapat menunjukkan dukungan untuk partai PVV terus menurun, bahkan di urutan terbuncit di antara koalisi Partai Buruh dan Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi yang dipimpin Perdana Menteri Mark Rutte.
Akhir tahun lalu, jajak pendapat memprediksi bahwa dukungan untuk PVV akan meningkat drastis, dan partai ini akan mampu mengamankan 38 kursi dari 150 kursi parlemen. Namun, hal itu sulit terbukti dengan dukungan yang terus menurun.
Krisis imigran merupakan isu yang terpolarisasi di Belanda, negara Eropa dengan pendunduk sebanyak 17 juta orang. Di negara ini, krisis imigran selalu berujung pada perdebatan sengit dan diwarnai oleh sejumlah serangan di pusat penampungan pengungsi.
Wilders, yang akan diadili atas tuduhan menginisiasi kebencian rasial pada Oktober mendatang, menyatakan akan melakukan apapun agar referendum dapat digelar di Belanda, untuk menentukan apakah negara itu akan tetap berada di Uni Eropa. Padahal, hal ini sudah pernah ia serukan pada Juni lalu, menyusul referendum Brexit, namun tak disambut publik.