BABAT POST – Wacana full day school beberapa waktu yang lalu memang sedikit meresahkan masyarakat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengaku tidak menyangka gagasannya mengenai full day school menuai banyak tanggapan dan respons di masyarakat.
“Saya enggak mengira ini bisa jadi gaduh, kenapa ini bisa jadi serem banget. Terkesan banyak orang anggap benar-benar full belajar dan serem gitu kedengerannya,” kata Muhadjir di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis 25 Agustus 2016.
“Banyak yang komentar negatif, tapi anaknya sekolah di full day, saat diketahui,” imbuhnya.
Mendikbud menjelaskan, gagasan yang dimaksud merupakan ide dalam membuat program penguatan pendidikan karakter di tingkat dasar. Salah satu nama yang direncanakan disebut sebagai full day school.
“Kemasannya saja disebut full day. Full day, salah satu nama saja. Itu kan belum disebut juga, cuma hanya terkesan yang berlebihan (tanggapan) berkembang selama ini,” jelasnya.
Menurutnya, pada usia pendidikan dasar itulah, penting untuk dibangun pendidikan karakter.
“Nah inilah yang mau kita bentuk, bila masih muda dibentuk, mau diterpa badai pun tidak akan oleng nantinya,” tambahnya.
Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya akan meningkatkan pendidikan vokasi.
“Karena kami (Kemendikbud) diminta lebih mempertajam pendidikan vokasi,” kata Muhadjir.
Mendikbud mengatakan, penekanan pada pendidikan vokasi ini atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Karena itu Pak Presiden menekankan pendidikan vokasi,” ucapnya.
Lebih lanjut Muhadjir menjelaskan, pihaknya akan memperbaiki sistem vokasi baik formal maupun informal di bidang pendidikan.
“Dengan memberikan sertifikat pada setiap pencapaian kreatifitas siswa,” tandasnya.
Untuk diketahui, program vokasi saat ini menjadi alternatif untuk melanjutkan studi di jenjang pendidikan tinggi. Selain semakin banyaknya penyedia program vokasi, lulusan dari program itu juga banyak dicari oleh perusahaan.
Ada tiga jenis program dalam pendidikan tinggi. Pertama, yakni pendidikan akademik. Kemudian, pendidikan profesi atau spesialis dan yang ketiga pendidikan vokasi atau diploma. Ketiganya memiliki fungsi masing-masing dalam mencetak lulusan.
Mendikbud saat ini juga sedang mengkaji peraturan yang membahas mengenai jam mengajar guru selama sepekan.
“Bulan depan akan saya tandatangani peraturannya. Melalui peraturan ini, guru tak harus ke sana ke mari dalam mencapai jumlah jam mengajar selama sepekan,” ujar Mendikbud usai pembukaan Porseni PGRI di Siak, Riau, Senin (22/8/2016).
Selama ini, guru kelimpungan dalam mencapai jumlah jam mengajar selama sepekan yakni 24 jam. Sebagian guru memilih untuk mengajar di tempat lain, agar mencapai jumlah jam tersebut. Pencapaian tersebut merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi.
“Jadi nanti akan ada ekuivalensinya atau penyetaraan. Bukan pengurangan jam mengajar, tapi penyetaraan agar guru tak ke sana ke mari mencari tambahan jam mengajar,” ujar Muhadjir.
Hal itu, lanjut Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut, amat mengganggu karena guru tidak berada di sekolah. Oleh karena itu, Kemendikbud berupaya mencari cara lain yakni dengan penyetaraan tersebut.
“Bentuk penyetaraannya bisa melalui pembimbingan perorangan ataupun ko-kurikuler yang akan kami bikin,” uca[ dia dia.
Plt Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan pihaknya menyambut baik pembenahaan tata kelola guru.
“Selama ini guru dipenuhi dengan aturan administrasi yang jauh dari bersinggungan dengan peningkatan mutu guru dan peserta didik, serta jauh dari tujuan utama memuliakan guru,” kata Unifah.
Menurut Unifah, sejatinya guru hadir di sekolah dari Senin hingga Sabtu, waktunya tidak terbatas 24 jam. Bahkan ketika guru sampai di rumah pun, tugas merencanakan dan mengevaluasi peserta didik menjadi bagian keseharian guru.
“Jam kerja guru tiada terbatas,” ujar dia.