Persaingan Lin Dan dan Lee Chong Wei Layaknya Reonaldo dan Messi?

BABAT POST – Siapa yang tak kenal Lee Chong Wei (Malaysia) dan Lin Dan (China). Dua pebulu tangkis tunggal putra dunia itu merupakan rival sejati, mereka pun mengungkapkan rivalitas mereka melalui surat. Dalam salah satu petikan suratnya, Lin Dan menyebut dirinya dan Lee seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi.

Pada pertemuan ke-37 mereka, Lee berhasil mengalahkan Lin Dan 15-21, 21-11, 22-20 untuk meraih tiket final Olimpiade Rio 2016. Kini, rekor pertemuan kedua pemain menjadi 25-12, masih untuk keunggulan Lin Dan.

Lin Dan dikenal sebagai salah satu rival berat Lee. Pada Olimpiade Beijing 2008 dan London 2012, Lin Dan memupus mimpi Lee untuk meraih medali emas.

Setelah laga semifinal, Lin Dan menulis surat untuk Lee. Isi surat itu mengungkapkan pesan, kesan, sekaligus ungkapan dukungan untuk sang rival sebelum menghadapi laga final.

Berikut ini sebagian kutipan isi surat Lin Dan:

“Momen saat kamu melempar raket sambil melompat tinggi dan tersenyum setelah mengalahkan saya, membuat saya sangat senang. Kita berdua sudah saling kenal selama 16 tahun. Saat itu, kita masih menjadi pionir, sedangkan Taufik Hidayat dan Peter Gade masih bersaing. Kita bukan siapa-siapa.

Kita berdua sudah pernah melalui banyak kekalahan dan kemenangan. Tetapi, saya sedikit beruntung karena sering menang dalam turnamen besar. Kamu merupakan pemain yang memiliki rasa tanggung jawab lebih besar daripada saya dan kita berdua berjuang dengan keringat serta semangat kita sendiri.

Kita seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi di mana kehadiran satu sama lain mewakili persaingan yang abadi. Tanpa disadari, di sini kita bertemu pada Olimpiade Rio yang merupakan Olimpiade keempat kita.

Pada pertandingan ke-37, kita bertemu dan saya kalah dari kamu. Jujur saya tidak menyesal. Kamu rival terbesar saya dan saya rela dikalahkan kamu. Saat saya memeluk kamu, saya benar-benar merasa semua yang terjadi selama 16 tahun terakhir seperti mimpi.

Saya akan mengambil jersey ini dan menunjukkan kepada anak saya di masa depan bahwa ada seorang pria bernama Lee Chong Wei yang merupakan rival terbesar dan juga sahabat ayahnya. Saya tidak pernah menyesal mengenal kamu dan bermain melawan kamu. Terima kasih banyak!”

Selayaknya persaingan di atas lapangan, Lee seakan tak mau kalah. Seusai menerima surat dari Lin Dan, Lee langsung menulis surat balasan yang isinya memuji kiprah Lin Dan.

“Ketika saya pertama kali bertemu kamu dan kita berfoto bersama pada 2000, saya ingat saat itu kamu selalu ingin terlihat keren dan baik. Kamu suka mengenakan mantel dan sepasang sepatu yang mengilap. Saat itu, kita berdua masih sangat muda dan saya tidak pernah berpikir cerita kita akan begitu lama dan menarik.

Ketika saya melihat kebanggaan di wajah kamu, saat itulah saya memutuskan untuk membuat kamu sebagai target saya dan saya ingin bertarung dengan kamu pada tahun-tahun mendatang.
Saya tahu kamu menjalani latihan yang sangat keras daripada saya. Kamu berlatih 10 jam sehari dan saya berlatih lebih dari 10 jam sehari supaya bisa mengalahkan kamu. Akhirnya, ada hari ketika saya melangkah ke pertandingan dengan tujuan ingin menjadi juara untuk membuktikan diri.

Sayangnya, dunia kejam. Pada Olimpiade Beijing 2008, kamu bermain dalam performa terbaik sehingga membunuh harapan saya pada saat-saat terakhir mimpi saya hampir menjadi nyata. Padahal, saat itu saya berada di peringkat pertama dunia. Selanjutnya, saya berusaha mengalahkan kamu, tetapi saya hanya memiliki medali perak.

Saya terlalu banyak memiliki medali perak, sementara kamu memiliki terlalu banyak emas. Saya ingin medali emas. Saya terus berlatih lebih keras dan lebih keras sampai saya tidak tahu berapa banyak pasang sepatu yang robek, berapa banyak raket rusak, dan saya bahkan tidak tahu perbedaan antara siang dan malam karena saya banyak menghabiskan waktu dengan berlatih di pelatnas.

Kemarin, saya akhirnya menang. Saya sangat kewalahan meskipun akhirnya bisa melakukannya pada kompetisi besar. Ini bukan berarti saya takut tidak bisa mendapatkan medali emas, tetapi karena saya begitu bersemangat untuk mengalahkan kamu.

Ketika saya bertukar jersey dengan kamu dan kita berpelukan, saya sadar tubuh kita banyak dibalut perban. Saat itu, saya sadar bahwa usia kita sudah menua. Rasanya ingin memutar waktu, tetapi saya tahu itu tidak mungkin. Namun, memori ini akan selalu terukir dalam hati saya.”

Related posts