BABAT POST – Konsumen Indonesia sepertinya harus lebih bijak dan cermat lagi dalam membeli suatu produk. Baru-baru ini Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memprotes makanan ringan bermerek “Bikini” yang dijual secara online.
Ketua Mengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, makanan ringan jenis mie instan tersebut memiliki tajuk yang sangat tidak edukatif bahkan tak senonoh.
Makanan bermerek “Bikini” atau singkatan dari Bihun Kekinian tersebut memiliki tagline “Remas Aku”.
“Sampul kemasannya pun dengan ilustrasi seorang perempuan yang hanya mengenakan bikini (bra dan celana dalam), dengan pose dari arah pungung,” kata Tulus dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
YLKI menyatakan protes dan meminta agar produk tersebut ditarik dari peredaran. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta agar segera menegur keras produsennya.
YLKI juga meminta penjualan via online pun, khususnya yang via OLX dan bukalapak.com, agar segera dihentikan.
“Konsumen pun tak usah membeli produk makanan seperti itu, khususnya anak-anak,” kata Tulus.
Sebelumnya dari penelusuran, Rabu, di laman bukalapak.com, snack merek Bikini ini dijual oleh sejumlah pelapak, diantaranya di Jakarta Selatan, Bogor, dan Bekasi. Snack Bihun Kekinian ini dibanderol dengan harga Rp 15.000 dan Rp 20.000 per item.
Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar memastikan LPPOM MUI tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk makanan “Bikini”.
“Sampai hari ini, MUI, LPPOM tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk produk itu (Bikini),” ujar Sekretaris Umum MUI Jabar, Rafani Achyar, Jumat (5/8/2016).
Rafani menjelaskan, banyak pelanggaran yang dilakukan produsen “Bikini”. Pertama, kemasan berbau pornografi. Gambar serta kata-kata tidak patut dalam kemasan jelas menyalahi UU. Kedua, pencantuman logo halal. Padahal selama ini MUI tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal.
“Mereka memalsukan logo halal,” ucapnya.
Karena itu, pihaknya mengundang produsen untuk datang baik-baik ke MUI. Dia meminta produsen menjelaskan pokok persoalan dan menjawab beberapa pertanyaan.
“Tidak ada respon (dari produsen). Susah dilacak. Di kemasan disebutkan diproduksi Cemilindo di Bandung. Tapi tidak ada alamatnya,” ungkapnya.
Hingga kini, ia mengaku belum melihat fisik makanan tersebut. Ia baru melihatnya dari internet.
“Bagi masyarakat yang memiliki bukti fisik, harap menghubungi MUI. Begitupun bagi masyarakat yang mempunyai akses terhadap produsennya untuk membantu mempertemukan. Kami menunggu,” tutupnya.