Ini Bahayanya Jika Donald Trump Terpilih Jadi Presiden Amerika Serikat

BABAT POST – Selasa kemarin (19/7/2016), Donald Trump resmi diusung sebagai capres AS 2016 dalam Konvensi Nasional Partai Republik di Cleveland, Ohio. Dia berhasil mengalahkan 16 rival separtainya selama Pemilu primer beberapa waktu lalu.

Dan atas terpilihnya Trump itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Frank-Walter Steinmeier, pada Rabu (20/7/2016), mengatakan bahwa terpilihnya Donald Trump sebagai calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) merupakan bahaya bagi keamanan dunia.

Read More

Donald Trump, kata dia, juga menjadi ancaman bagi AS dengan “politik ketakutan dan isolasi”.

Steinmeier mengatakan kepada Reuters dalam wawancara tertulis bahwa dia prihatin tentang apa yang dia sebut sumpah ambigu Trump untuk “membuat Amerika kuat lagi” sekaligus mengurangi keterlibatan AS di luar negeri.

Berita Terkait :  Jenazah John Ridsdel, korban Teroris Abu Sayyaf suda dikirim kembali ke Kanada

”Itu bertentangan dan itu membuat saya khawatir,” kata Steinmeier yang bersiap menuju Washington untuk pertemuan dengan Menlu negara lain untuk membahas cara mengalahkan kelompok ISIS.

”Sebuah politik ketakutan dan isolasi akan membawa keamanan berkurang, tidak lebih, dan akan berbahaya tidak hanya untuk Amerika Serikat, tapi untuk Eropa dan juga seluruh dunia,” lanjut Menlu Jerman ini.

Steinmeier, yang seorang politikus Partai Demokrat Sosial, telah mengecam Donald Trump selama berbulan-bulan atas pidatonya “America First”. Ian pun selama ini dikenal sebagai politisi Jerman yang menjadi pengkritik keras Donald Trump, terutama soal ambisi kebijakan luar negerinya.

Namun, sebaliknya dia memuji capres AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, sebagai ahli kebijakan luar negeri yang berpengalaman.

Beberapa poin yang dikritik Steinmeier adalah ambisi Donald Trump untuk menolak perjanjian nuklir dengan Iran yang sudah disepakati tahun lalu. Trump juga dikritik soal seruan investasi lebih dalam pertahanan rudal di Eropa.

Berita Terkait :  Donald Trump Ingin AS Tiru Israel dalam Melakukan Profiling pada Warga Muslim

Selain Steinmeier, Gubernur New Jersey juga menyampaikan bahwa jika Trump menang Pemilu Presiden pada November nanti, pekerjaan untuk memecat pekerja publik yang ditunjuk Barack Obama dan Partai Demokrat merupakan hal mudah. Trump bisa melakukan itu dengan meminta Kongres meloloskan UU terkait.

Hal itu disampaikan sekutu Donald Trump, Chris Christie, yang telah menjadi pemimpin tim transisi Gedung Putih kubu Donald Trump. Dia mengatakan, kampanye menyusun daftar karyawan pemerintah federal untuk disingkirkan akan dilakukan bila Trump mengalahkan rivalnya dari Partai Demokrat; Hillary Clinton.

”Seperti yang Anda ketahui dari karir yang lain, Donald suka memecat orang,” kata Christie dalam pertemuan tertutup dengan puluhan donor di Konvensi Nasional Partai Republik di Cleveland, Ohio, menurut sebuah rekaman audio yang diperoleh Reuters dan dua peserta dalam konvensi tersebut, yang dirilis Rabu (20/7/2016).

Timp kampanye Trump tidak menanggapi permintaan komentar terkait bocoran komentar Christie.

Berita Terkait :  Komentar Cabulnya Bocor, Donald Trump Enggan Mundur dari Pilpres AS

”Salah satu hal yang saya telah sarankan kepada Donald adalah bahwa kita harus segera meminta Kongres Partai Republik untuk mengubah undang-undang layanan sipil. Karena jika mereka melakukannya, itu akan membuat lebih mudah untuk memecat orang-orang,” kata Christie dalam rekaman itu.

Menurutnya, menyingkirkan pegawai negeri sipil (PNS) adalah hal rumit dan memakan waktu.

Pihak Federasi Pegawai Pemerintah Amerika yang merupakan serikat pegawai federal terbesar di AS belum merespons manuver kubu Donald Trump yang ingin membersihkan semua “antek” Obama.

Christie juga mengatakan dalam pertemuan tersebut bahwa perombakan kepemimpinan di Badan Perlindungan Lingkungan akan menjadi prioritas utama bagi Trump bila menang Pemilu Presiden.

Meski siap-siap melakukan pembersihan di Pemerintah AS, Christie menolak menyebutkan nama calon anggota kabinet kubu Trump. Dia mengatakan bahwa Trump belum siap untuk melakukan hal itu.

Related posts