YLKI: Impor Jeroan Sapi Bentuk Kebijakan yang Rendahkan Martabat Bangsa Indonesia

BABAT POST – Harga daging sapi di Indonesia memang melambung tinggi, karena itu berbagai upaya ditempuh pemerintah untuk menekan harga daging sapi bisa di bawah Rp 80.000/kg. Salah satunya dengan membuka impor jeroan sapi yang sebelumnya dilarang masuk ke Indonesia.

Pemerintah via Kementerian Pertanian pun memutuskan untuk mengimpor daging sapi kategori secondary cut dan jeroan. Impor ini dilakukan untuk menekan harga daging sapi yang tak kunjung turun. Impor dilakukan tidak lagi menggunakan pola country base tetapi zona base.

Read More

Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia bilang, selain merugikan konsumen, impor daging jenis jeroan adalah bentuk kebijakan yang merendahkan martabat masyarakat dan bangsa Indonesia. Sebab, jeroan di negara-negara Eropa justru untuk pakan anjing, dan tidak layak konsumsi untuk manusia.

Ia menilai, impor daging jenis jeroan merugikan konsumen, karena kandungan residu hormon pada jeroan sapi di negara yang membolehkan budidaya sapi dengan hormon sangat tinggi. Sehingga, tidak layak untuk konsumsi, karena membahayakan kesehatan manusia.

“Di beberapa negara, jeroan sapi bahkan diperlakukan sebagai sampah, dan ekspor jeroan sapi hanya untuk keperluan konsumsi non manusia. Jadi, silahkan pemerintah impor jeroan, tetapi bukan untuk konsumsi manusia,” ujarnya, Kamis (14/7).

Impor jeroan sapi, lanjut Tulus, berpotensi menimbulkan masalah bagi konsumen, antara lain pertumbuhan tidak normal akibat kandungan hormon yang tinggi.

“Pemerintah jangan mengalihkan ketidakmampuannya menurunkan harga daging sapi dengan cara impor jeroan! Karena, membahayakan kesehatan manusia,” kata Tulus.

YLKI, ia menegaskan, mengimbau masyarakat untuk tidak membeli atau mengonsumsi jeroan sapi yang berasal dari impor.

Hal yang sama juga diungkapkan ahli gizi, dr Marzuki, menurutnya masuknya jeroan impor membuat konsumsi jeroan masyarakat meningkat. Dampaknya, bisa berpengaruh pada memburuknya kesehatan masyarakat secara umum akibat mengkonsumsi jeroan.

“Dibandingkan dengan negara di luar, jeroan itu banyak dilarang sekali untuk dikonsumsi, makanya dipisahkan. Kalau di Indonesia malah dikonsumsi, nggak dipikirkan kolesterol jeroan yang tinggi,” terang Marzuki beberapa waktu lalu.

Menurutnya, rencana pemerintah mensubstitusi daging sapi dengan jeroan tidaklah tepat. Apalagi demi alasan menurunkan harga daging sapi sampai Rp 80.000/kg.

Bukannya memberi kesehatan dan menurunkan harga, jeroan sapi justru bisa memicu kolesterol.

“Makanya orang luar, dan kita sendiri pantang konsumsi jeroan. Baik itu babat, paru, jantung. Sate padang yang benar pun dari daging, bukan pakai jeroan. Semakin banyak orang kolesterol,” jelas dosen ahli gizi di Politeknik Kesehatan Jakarta II ini.

Hal itulah, menurutnya, membuat warga negara luar seperti Australia jarang yang mengkonsumsi jeroan seperti halnya di Indonesia.

“Kenapa jeroan jarang dikonsumsi orang luar, karena itu sumber kolesterol. Memang ada kandungan protein, tapi itu kecil,” ujar Marzuki.

Related posts