Sidang Vonis Kedua, Nazaruddin Dijerat 2 Pasal Sekaligus

BABAT POST – Persidangan atas terduga Muhammad Nazaruddin kembali digelar pada Rabu (15/6/2016). Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, akan menghadapi sidang dengan agenda  pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Ini adalah vonis kedua yang akan diterima Nazaruddin setelah dia sempat divonis dalam kasus korupsi Wisma Atlet.

Kali ini, Nazaruddin dijerat dengan dua pasal, yakni menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang.

Read More

Sidang pembacaan putusan sempat mengalami penundaan selama satu pekan. Penundaan tersebut atas permintaan Majelis Hakim Tipikor, karena beralasan bahwa rapat musyawarah hakim belum menemui kesepakatan.

Berita Terkait :  Kasad temui ulama besar Sumut saat kunjungi Medan

Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar Nazaruddin dihukum 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Selain itu, menuntut agar harta milik Nazaruddin senilai lebih kurang Rp 600 miliar yang termasuk dalam pencucian uang, dirampas untuk Negara.

Nazaruddin didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.

Saat menerima gratifikasi, Nazar masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.

Berita Terkait :  Perludem: Usulan pemungutan suara 14 Februari melalui kalkulasi teknis

Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi.

Pembelian sejumlah saham yang dilakukan Nazaruddin dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup, kelompok perusahaan milik Nazar.

Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah.

Dari uang tersebut, salah satunya Nazaruddin membeli saham PT Garuda Indonesia pada tahun 2011, menggunakan anak perusahaan Permai Grup.

Berita Terkait :  DPR sepakati penyelenggaraan Pemilu pada 14 Februari 2024

Dalam pembelaannya, Nazaruddin meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memutuskan sebagian harta kekayaannya yang tidak berasal dari korupsi dikembalikan.

“Kami berharap harta yang bukan berasal dari tindak pidana korupsi untuk dikembalikan kepada terdakwa dan kepada orang yang berhak,” ujar pengacara Nazaruddin, Andriko Saputra, saat membacakan pledoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Melalui pengacaranya, Nazaruddin mengatakan bahwa sebagian besar hartanya yang disita KPK, sudah diperoleh sebelum ia menjadi anggota DPR RI. Harta tersebut berasal dari warisan pemberian orang tua, dan hasil keuntungan dari beberapa usaha yang ia lakukan.

Related posts