Nusron Wahid Dapat Restu Jokowi Rangkap Jabatan, Apa Kata Pengamat Politik?

BABAT POST – Terkait merangkap jabatan menurut Nusron Wahid, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mempermasalahkan hal itu.

Seperti diketahui selain menjabat Kepala BNP2TKI, Nusron juga ditunjuk sebagai Koordinator bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Indonesia I (Jawa dan Sumatera) Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.

Read More

Nusron mengaku tidak menolak jabatan Koordinator bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Indonesia I (Jawa dan Sumatera) Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar hasil musyawarah nasional luar biasa (Munaslub). ‎

“Enggak nolak,” kata Nusron di Kediaman‎ Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Minggu (12/6/2016) malam.

Nusron pun mengaku telah menyampaikan keputusan tim formatur Partai Golkar itu kepada Presiden ‎Joko Widodo (Jokowi), setelah susunan kepengurusan partai berlambang beringin diumumkan.

“Yang jelas saya sudah menghadap ke Bapak Presiden dan tidak dipersoalkan,” pungkas pria yang pernah dipecat Aburizal Bakrie (Ical) karena mendukung Jokowi di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 ini.

Terkait hal itu, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai sepatutnya Nusron Wahid tidak rangkap jabatan sebagai pejabat publik dan jabatan politik di Partai Golkar bersamaan.

Terlebih, tugasnya di Partai Golkar terbilang cukup berat, mengingat akan adanya beberapa momen politik besar seperti Pilkada serentak pada tahun 2017 dan 2018 mendatang. ‎

“Pertama untuk jadi pengurus butuh konsentrasi tinggi dan energi tidak main-main, karena bagaimanapun Golkar waktunya hanya 3 tahun ini harus serius dipikirkan menang pileg dan pilpres, kalau Nusron harusnya bisa memilih,” ujar Pangi di Jakarta, Minggu, (5/6/2016). ‎

Begitu juga dengan pekerjaan Nusron sebagai Ke‎pala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang menurut Pangi belum ada langkah terobosan besar saat memimpin lembaga yang melayani pahlawan penghasil devisa negara tersebut.

“BNP2TKI juga nggak gampang, apalagi banyak TKI yang mau dihukum mati. Jadi nggak bisa pikiran terbelah, pasti sulit. Apakah memang nggak ada lagi kader partai yang bisa mengurus Partai Golkar, artinya harus memilih buang jabatan publik atau pengurus partai,” kata Pangi.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah ini membandingkan dengan sikap Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan yang menolak saat ditunjuk menjadi anggota Dewan Kehormatan DPP Partai Golkar.‎

“Pak Luhut contoh baik, dia memilih untuk tetap konsentrasi di pemerintah dan menolak saat ditawarkan untuk masuk dalan struktur,” ucap dia.

Ia pun berharap langkah Luhut diikuti Nusron. Menurut dia, penolakan rangkap jabatan politik dan jabatan publik merupakan sebuah tradisi politik yang baik.

“Budaya rangkap jabatan pasti menganggu kinerja, apalagi dengan tanggungjawab yang berat,” tutur Pangi.

Pangi menilai harus ada evaluasi dari Presiden Joko Widodo terhadap Nusron terkait rangkap jabatan yang ia lakukan. Terlebih, sejak awal, Jokowi telah menyaratkan agar jajarannya di pemerintahan sejak awal menjabat harus menanggalkan jabatannya di Partai bila sebelumnya menjadi pengurus Partai.

“Kalau ngga bekerja, gaya-gayaan atau numpang nama saja, lebih baik dihentikan, direshuffle,” Pangi menandaskan. ‎

Related posts