BABAT POST – Setelah melihat hilal pada Selasa (7/6/2016) lalu, ratusan jamaah Syatariah dari berbagai daerah di Sumatera Barat, Selasa 7 Juni 2016 sore berkumpul di Kawasan Galudua, Kecamatan Ampek Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Kedatangan jamaah ini untuk menentukan awal Ramadhan 1437 hijriah.
“Tadinya, rencana melihat hilal sore ini, tapi kemarin ternyata sudah terlihat. Jadi, hari ini puasa kita,” kata Tuan Qhadi Syattariyah Ulakan.
Pimpinan jamaah tarekat Syatariah Sumatera Barat Tuanku Ismet Ibrahim menyebutkan hingga selasa sore sebagian besar jamaah syatariah belum melaksanakan puasa Ramadhan, namun sebagian jamaah lain sudah ada yang memulai puasa pada Selasa.
“Jamaah syatariah baru akan melaksanakan puasa setelah melihat hilal atau melihat bulan selasa sore. Berdasarkan hisab takwim, awal Ramadhan ditentukan pada hari Selasa yang bertepatan dengan hari ke 29 Bulan Sya’ban,” ujar Tuanku Ismet.
Dari hasil pengamatan hilal di kawasan Pesawahan Galudua bulan atau hilal terlihat pukul 18.31 WIB, Selasa sore.
Dengan terlihatnya hilal ini, jamaah Syatariah langsung menetapkan awal Ramadhan 1437 hijriah jatuh pada Rabu (8/6/2016).
“Hilal sudah tampak di dekat awan hitam itu, berarti besok hari Rabu puasa. Malam ini tarawih pertama,” katanya.
Tuangku Ali menjelaskan, hilal terlihat di sejumlah titik yang biasa menjadi tempat pemantauan, seperti Pantai Ulakan di Padang Pariaman, Koto Tuo di Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Solok.
Tuangku Ali menuturkan, sebelum menentukan waktu pengamatan hilal, para ulama dan jamaah tarekat Syattariyah melangsungkan itsbat.
Tuangku Ali menjelaskan, jamaah Sattariyah menetapkan awal Ramadhan berdasarkan hisab taqwim kamusiyah. Kemudian, untuk menyempurnakan penetapan, dilakukan dengan rukyat. Hisab taqwim, lanjut dia, berasal dari kata hisab yang berarti ‘hitung’, sedangkan taqwim yang berarti ‘betul’.
Jamaah Syatariah yang ikut menentukan awal Ramadhan tahun ini lebih sedikit dibanding penetapan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan sebagian jamaah Syatariah telah lebih dahulu satu hari melaksanakan puasa.
Salah seorang Pemuka Agama setempat Pangai (73) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan puasa Ramadan diawali dengan prosesi menilik atau melihat bulan menggunakan mata telanjang dihadiri oleh pemuka-pemuka agama dan jemaah di Koto Tuo hingga Pantai Ulakan, Tiku, Pinggir Koto.
“Tarekat Syattariyah memang biasanya lebih lambat dua hari dari pemerintah, ini dikarenakan setiap aliran selalu berbeda-beda,” kata dia.
Dia menyebutkan terdapat sekitar 1.300 pengikut tarekat di Kenagarian Malalak Barat. Salah seorang warga Kabupaten Malalak, Nasrul (51) mengatakan perbedaan awal Ramadan merupakan hal yang lumrah.
“Kami sekeluarga mengikuti ajaran Tarekat Syattariyah, walau memulai puasa Ramadan berbeda tujuannya tetaplah sama,” katanya.
Warga lainnya Yurnida (50) mengatakan sebelum puasa selalu berkumpul di dataran rendah untuk melihat bulan apakah sudah tampak atau belum.