BABAT POST – ISIS dikabarkan telah mengeksekusi 21 militan dari kelompok mereka sendiri di wilayah Suriah.
Mereka dieksekusi atas tuduhan menjadi mata-mata karena menjalin kontak dengan pasukan koalisi internasional.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa, eksekusi dilakukan ISIS atau Daesh setelah kematian seorang komandannya yang bernama Abu Hayjaa al-Tunisi. Komandan ISIS itu tewas akibat serangan koalisi pada 30 Maret 2016 lalu.
”Ada eksekusi dilakukan oleh ISIS terhadap anggotanya sendiri, dituduh menghubungi koalisi internasional,” kata Direktur Observatorium, Rami Abdurrahman.
“Mereka dieksekusi pada bulan April, dan juga Mei, dalam hal terkait pembunuhan Abu Hayjaa al-Tunisi,” lanjut Abdurrahman, seperti dikutip CNN, Selasa (7/6/2016).
Abdurrahman mengatakan beberapa militan ISIS telah memberi informasi kepada pasukan koalisi karena mereka membutuhkan uang.
ISIS telah kehilangan pendapatan yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir karena ladang minyak yang mereka duduki jadi target serangan koalisi Amerika Serikat dan Rusia. Kelompok itu, menurut Abdurrahman telah memangkas gaji anggotanya.
”ISIS tidak sepenuhnya percaya pada para pemimpinnya,” katanya.
“Mungkin ada sel-sel dalam organisasi ISIS yang dimiliki badan intelijen internasional,” imbuh dia.
Krisis keuangan parah pun tampaknya benar-benar melanda kelompok Negara Islam Irak Suriah atau ISIS. Kelompok ini pun menciptakan serangkaian denda aneh untuk mendapatkan pemasukan.
Terbaru, sebuah laporan menyatakan, ISIS memberlakukan denda USD100 bagi warga yang membiarkan pintunya terbuka. Denda lainnya berlaku saat tes hukum Syariah, dimana setiap jawaban yang salah di kenakan denda USD20.
Selain itu ada juga denda tidak memangkas jenggot USD20 dan denda USD20 karena mengenakan lonceng di leher domba atau sapi dan hewan tersebut disita. Truk yang melintasi pos pemeriksaan pun sekarang harus membayar tol hingga USD600, naik USD400 dari sebelumnya.
“Pajak dari sumber-sumber pendapatan bulanan dan hampir setiap aspek kehidupan penduduk membuat keuangan ISIS meningkat 50 persen,” jelas analis senior lembaga think tank IHS yang menerbitkan laporan tersebut, Ludovico Carlino seperti dikutip dari Expres, Minggu (5/6/2016).
ISIS diduga kehilangan seperempat pemasukan sebagai dampak dari hilangnya 20 persen wilayah kekuasaannya akibat serangan pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS). Hal itu berarti, mereka kehilangan pemasukan dari pajak.