Batik Tulis Motif Dayak

BABAT POST – Hari mulai gelap ketika suara adzan maghrib usai berkumandang. Sore itu, di salah satu pojok stan terlihat dua anak perempuan terlihat asyik menggoreskan canting di atas selembar kain putih.

Mereka terlihat serius menggoreskan canting mengikuti pola garis yang ada di atas kain putih itu. Seorang pria dengan penampilan nyentrik terlihat bersama dua anak perempuan itu.

Read More

Pria itu tak henti memberikan instruksi, sembari mengarahkan kedua anak perempuan itu menggoreskan lilin berwarna cokelat mengikuti garis pola berwarna hitam yang tampak samar di atas kain yang mereka pegang.

Deny Farid Yusman nama pria nyentrik dengan anting besar di telinga dan kain tenun melingkar di kepalanya. Pria asal Yogyakarta itu, sedang menularkan “virus” batik di salah satu stan yang disediakan panitia dalam Pekan Gawai Dayak ke XXXI yang dipusatkan di Rumah Radakng, Pontianak.

Dengan suara ‘medhok’ khas Jawa, pria kelahiran 1978 itu terlihat sabar membimbing kedua anak perempuan yang sedang asik dengan aktivitas membatik saat itu. Di sela kesibukkannya saat itu, Deny menyempatkan diri bercerita kepada KompasTravel.

Awalnya, pria lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta ini merupakan seorang koki yang malang melintang dari restoran ke hotel, baik itu di Yogyakarta maupun di Pontianak, hingga akhirnya menggeluti dunia batik tulis. Perjalanan membatik Deny dipelajarinya secara otodidak sejak tahun 2009 yang lalu.

Saat itu, ia baru saja berhenti bekerja di salah satu hotel yang ada di Pontianak akhir tahun 2008. Dalam pikirannya saat itu, hatinya merasa tergugah dan banting stir menjadi seorang seniman batik.

“Saat itu saya merasa miris dengan perkembangan batik tulis yang belum begitu dikenal dan rasanya ingin mengenalkan batik itu seperti apa. Di situlah saya pertama kali mencintai motif Dayak saat melihatnya di rumah betang,” tutur Deny, Selasa (24/5).

Dari situ, ia mulai mempelajari tentang motif Dayak dan memperdalam filosofinya. Sembari mempelajari motif Dayak, timbul keinginan untuk sosialiasi dan edukasi secara luas tentang batik tulis di Kalimantan Barat, khususnya di Pontianak.

“Awalnya saya coba-coba belajar membatik, dan ternyata di sini (Pontianak) benar-benar baru mengenal sekali tentang edukasi batik tulis,” ungkapnya.

Melihat keunikan dan ciri khas motif yang sangat identik dengan suku Dayak di Kalimantan, membuatnya semakin jatuh cinta untuk mengembangkan batik tulis, khususnya motif Dayak. Namun, dirinya mengaku sempat mendapat hambatan untuk memperoleh bahan baku dan peralatan dalam menunaikan niatnya tersebut.

Related posts