BABAT POST – Perkembangan tumbuh kembang fisik dan psikis anak sangat menentukan masa depan mereka. Adapun perkembangan kejiwaan anak telah dimulai sejak dalam kandungan.
“Perkembangan kejiwaan anak bergantung pada faktor biologis, psikologis, dan sosial,” ujar dokter spesialis kejiwaan anak Maria Poluan dalam seminar “Perkembangan Kejiwaan Anak Masa Kini”, di Jakarta, Sabtu (14/5).
Faktor biologis terkait perkembangan fisik anak sejak kandungan, sedangkan faktor psikologis dan sosial dibentuk sejak dilahirkan.
Dokter spesialis kebidanan dan ginekologi Bram Pradipta mengatakan, mencegah gangguan kejiwaan anak bisa sejak masa kehamilan, di antaranya memastikan asupan gizi lebih dari 900 kalori serta menghindari alkohol dan rokok.
“Ibu hamil juga disarankan mengonsumsi makanan mengandung asam folat untuk cegah kelainan otak,” ujarnya.
Alkohol, rokok, dan paparan merkuri pada ibu hamil berisiko pada gangguan mental anak kelak, yakni attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). ADHD adalah gangguan perkembangan pada anak, antara lain kurangnya kemampuan konsentrasi dan cenderung impulsif.
Konsumsi obat tidak tepat saat hamil juga potensial mengganggu jiwa anak, misalnya obat antidepresan dan anti epilepsi. Obat itu bisa mengganggu perkembangan saraf janin.
Setelah anak lahir, faktor yang turut berpengaruh adalah faktor psikologi dan sosial. Itu, antara lain, mencakup pola asuh orangtua, pengalaman hidup anak, dan interaksinya dengan lingkungan.
Ketiga faktor, yakni biologi, psikologi, dan sosial saling berhubungan untuk mengembangkan kejiwaan anak. Menurut studi Unicef tahun 2014, pertumbuhan otak anak tak hanya dipengaruhi gen, tetapi juga interaksi dengan dunia luar. Otak berkembang bersama pengalaman anak.
Pola asuh
Pola asuh menentukan kejiwaan anak.
“Pola yang mengerti dan memenuhi kebutuhan perkembangan anak sejak lahir membuat anak tumbuh dan berkembang optimal,” ujar Maria.
Merujuk teori psikososial Erik H Erikson, pada usia 0-1 tahun, ikatan ibu dan bayi akan menentukan perkembangan emosi anak. Usia 1-3 tahun, anak akan mengembangkan rasa otonom, ingin jadi diri sendiri. Pada usia 3-6 tahun, rasa inisiatif berkembang, dan 6-12 tahun anak akan mengembangkan rasa industri, menjalankan tugasnya sesuai peran di keluarga dan lingkungan.
Michael Wurdeman dalam studinya “Impact of Abuse Throughout a Child’s Psychological Development” menyebut, korban kekerasan pada masa kanak-kanak mengalami depresi, ketidakpercayaan diri, kemarahan, dan kecemasan.