BABAT POST – Asisten Pemerintahan dari Pemkot Jakarta Selatan, Jayadi, mengatakan, warga Lauser sudah diundang untuk sosialisasi. Namun, warga tidak pernah memenuhi undangan tersebut. Akhirnya, Pemkot Jakarta Selatan pun mengeluarkan surat peringatan pertama.
“Tiga kali kami undang ke kecamatan, tetapi enggak ada yang hadir. Sesuai dengan UU, karena ini asetnya PAM, PAM minta dibalikkan, lalu Pemprov DKI mengeluarkan surat peringatan kepada penghuni,” ujar Jayadi saat rapat bersama warga Lauser di ruang Komisi A DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Senin (9/5/2016).
Hal ini dibenarkan oleh Camat Kebayoran Baru Fidiah Rokhim. Fidiah mengatakan, undangan pertama dilayangkan pada 6 April 2016. Ketika itu, hadir semua unsur dari camat, lurah, dan kota. Namun, tidak ada satu pun warga yang hadir.
“Karena warga tidak hadir, saya berinisiatif ke sana bersama dengan babinsa. Saya ingin mengetahui bagaimana keinginan warga. Warga sampaikan kepada kami sudah tujuh kali dapat teror dari PAM Jaya dan hanya mau berurusan dengan camat saja,” ujar Fidiah.
Pada 12 April 2016, warga kembali diundang untuk mengikuti sosialisasi. Kali ini, Lurah Gunung, Nur Muchyadi, yang mengundang. Warga Lauser kembali tidak hadir.
“Tanggal 12 enggak ada yang hadir. Saya lalu minta ke PAM Jaya tolong saya ditunjukkan batas aset. Saya datang ke sana bersama jajaran koramil dan polsek untuk meminta ke PAM Jaya tunjukan batas aset. Itu di-pylok (ditandai) sangat jelas,” ujar Fidiah.
Pada 15 April 2016, kata Fidiah, warga Lauser kembali diundang untuk sosialisasi. Lagi-lagi, warga tidak memenuhi panggilan tersebut.
Padahal, kata Fidiah, mereka akan menjelaskan bantuan sebelum penertiban dari Pemerintah Provinsi DKI kepada warga, misalnya bantuan mobil untuk pindahan dan juga bantuan kepindahan sekolah anak-anak.
Setelah penjelasan itu, warga Lauser yang hadir dalam rapat tersebut menyoraki Fidiah dan menuding Fidiah berbohong.
“Camat bohooong,” teriak warga.
Kuasa hukum warga, Eka Prasetia, menjelaskan alasan mengapa warga tidak pernah hadir ketika diundang.
“Karena undangan tersebut bahasanya sosialisasi sertifikat HGB, Pak. Artinya, kita seolah dipaksa mengakui bahwa kita menempati tanah punya PAM Jaya,” ujar Eka.
Warga Lauser mengakui bahwa mereka tinggal di sana sejak 1955 tanpa sertifikat kepemilikan. Namun, warga juga mengatakan bahwa HGB milik PAM Jaya bernomor 1621/Gunung tanggal 24 Agustus 2012 dengan luas 2.084 meter persegi diperoleh dengan cara janggal.
Mereka menolak alternatif rusun maupun ganti rugi dan hanya ingin mempertahankan rumah mereka.