Mampu Memutus Rantai Kekerasan Seksual, Indonesia Diminta Mencontoh Program yang Dilakukan Afsel

BABAT POST – Pelecehan seksual yang berujung pada pemerkosaan adalah sebuah tindakan kriminal yang banyak terjadi di banyak negara di dunia.

Meskipun beberapa negara tercatat memiliki angka pelecehan seksual dan pemerkosaan rendah bukan berarti di negara tersebut terbebas dari tindak kejahatan seksual ini, namun lebih kepada sedikitnya jumlah si korban yang melaporkan tindakan asusila tersebut.

Read More

Kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan yang tinggi ditengarai karena gaya berpakaian korban (umumnya wanita) yang memakai pakaian mini. Akan tetapi banyak kalangan yang menilai banyak faktor lain yang melatar belakangi terjadinya tindak pemerkosaan tersebut.

Dalam hasil survey terbaru didapatkan data bahwa tingkat pelecehan seksual dan pemerkosaan di Afrika Selatan adalah yang paling tinggi di dunia. Pada survey sebelumnya negara ini menempati peringkat kedua setelah Amerika Serikat namun dengan perkiraan jumlah kasus pemerkosaan sebanyak 500 ribu per tahun membuatnya naik peringkat ke urutan pertama.

Berita Terkait :  PB HMI dorong pengesahan RUU TPKS

Medical Research Council bahkan memperkirakan jika hanya 1 dari 9 pemerkosaan yang dilaporkan ke polisi sehingga jumlah asli di lapangan diperkirakan jauh lebih mencengangkan.

Meski sebagian besar korban pelecehan seksual dan pemerkosaan adalah perempuan tapi dalam data hasil penelitian juga terdapat 4% laki-laki menjadi korban pemerkosaan sesama lelaki dan 41 % adalah korban anak-anak di bawah usia 11 tahun. Sedangkan sisanya sekitar 50% adalah korban perkosaan di bawah umur 18 tahun.

Kepala INTERM Perlindungan Anak Unicef Indonesia Ali Aulia Ramli mengatakan bahwa Afrika Selatan memiliki program khusus untuk mengurangi bahkan memutus rantai kekerasan seksual yang terjadi di negaranya. Program tersebut dapat dicontoh oleh Indonesia untuk mencegah kekerasan seksual.

Berita Terkait :  Ketum Kowani sebut pihaknya akan kawal pengesahan RUU TPKS

“Afrika Selatan masuk dalam salah satu contoh pedoman pencegahan kekerasan seksual di Unicef. Di sana yang terjadi adalah date rape, pemerkosaan yang terjadi pada saat berpacaran,” ujar Ali dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).

Untuk mengurangi dan mencegah pemerkosaan, Afrika Selatan menyasar kelompok remaja untuk diberikan pelajaran-pelajaran tentang reproduksi dan kekerasan seksual. Menurut Ali, program tersebut berhasil menekan angka pemerkosaan yang terjadi di sana.

“Lembaga di sana punya program yang sasarannya kelompok remaja untuk mengajarkan tentang kesehatan reproduksi, risiko kekerasan seksual terjadi, dan sebagainya. Program-program itu diberikan dan dievaluasi. Evaluasi menunjukkan terjadinya pengurangan dating rape,” katanya.

Berita Terkait :  Muhammdiyah Tak Peduli Dan Tetap Ingin Terapkan Sekolah Lima Hari

Menurut Ali, kekerasan seksual di Indonesia dapat dicegah dengan melakukan hal serupa. Pemerintah dan lembaga terkait dapat melakukan terapi terhadap orang-orang yang berpotensi melakukan kekerasan seksual.

“Salah satu yang bisa dilakukan adalah penyediaan layanan bukan hanya untuk korban, tetapi kita harus memahami ada kelompok berisiko, kita harus siapkan (layanan) itu. Terapi sebelum terjadi kekerasan, jadikan mereka sasaran untuk mencegah terjadinya kekerasan,” paparnya.

Negara, lanjut Ali, jangan menunggu ada korban dan pelaku kekerasan seksual lagi untuk membuat terapi ini.

“Kita tidak mau menunggu seseorang mendapatkan hukuman. Kekerasan tidak boleh terjadi. Ini (program terapi) yang harus diangkat. Kekerasan tidak bisa diterima dengan alasan apapun,” kata Ali.

Related posts