BABAT POST – Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu, Kamis (5/5/2016), secara resmi mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya sebagai kepala pemerintahan. Keputusan ini diambil di tengah perpecahannya dengan Presiden Turki, Recep Tayyep Erdogan.
Davutoglu menegaskan, dia secara resmi akan mundur dalam kongres Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP) yang akan digelar pada 22 Mei mendatang.
“Saya memutuskan (mundur) demi keutuhan (partai), penggantian ketua akan lebih tepat. Saya juga tidak akan mencalonkan diri dalam kongres 22 Mei mendatang,” ujar Davutoglu dalam pidatonya yang disiarkan televisi.
Dalam pidato perpisahannya, Davutoglu merasa bangga dengan kinerjanya sebagai Perdana Menteri. Ia pun mengaku tidak menyesal dan telah memenuhi kewajibannya kepada publik Turki.
“Setelah berkonsultasi dengan Presiden, saya menyimpulkan bahwa perubahan dalam kepemimpinan partai dan posisi perdana menteri akan memberikan pelayanan yang lebih baik,” kata Davutoglu dalam pidatonya di Ankara, dikutip dari Telegraph, Kamis (5/5/2016).
Ditambahkan Davutoglu, ia ingin melestarikan integritas di partai AKP.
“Yakinlah, akhir prematur dalam jangka waktu empat tahun bukan pilihan saya, tetapi hasil dari kebutuhan,” katanya.
Davutoglu pun menegaskan, ia akan tetap menjadi anggota parlemen Turki dan AKP serta tidak berencana untuk meninggalkan partai tersebut.
“Saya memimpin Anda, sekarang saya ada diantara kamu,” katanya.
Dia mengatakan akan terus melanjutkan perjuangan sebagai anggota parlemen dari AKP. Selain itu, Davutoglu juga menyatakan tetap mendukung Erdogan dan menegaskan bahwa kehormatan presiden adalah kehormatannya juga.
“Saya tak memiliki kemarahan terhadap siapa pun. Siapa saja tidak akan mendengar satu kata pun dari saya atau pikiran saya tentang melawan presiden kita,” lanjut dia.
Seperti yang diketahui, kini posisi Davutoglu memang sedang berada di ujung tanduk. Hal ini akibat perselisihan yang terjadi antara Davutoglu dan Presiden Turki. Perselisihan keduanya terjadi setelah secara publik memiliki pandangan berbeda tentang cara menangani kelompok militan Kurdi di wilayah tenggara negeri itu.
Davutoglu diketahui tengah mempertimbangkan kemungkinan untuk melanjutkan kembali proses perdamaian, sementara Erdogan lebih memilih melanjutkan kampanye militer.
Selain itu perbedaan pandangan lainnya adalah Ergodan memiliki keinginan untuk sistem pemerintahan Turki berubah dari Parlementer menjadi Presidensial. Dan keinginan Erdogan ini kurang mendapatkan respon positif dari Davotoglu.