Pada Hari Kebebasan Pers Dunia Batik Indonesia Menjadi Contoh Pemanfaatan Budaya Lokal

BABAT POST – Pada diskusi perayaan World Press Freedom Day (WPFD) atau Hari Kebebasan Pers Dunia 2016 Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova, mengatakan bahwa batik Indonesia adalah contoh pemanfaatan budaya lokal sebagai penggerak pengembangan serta pertumbuhan ekonomi.

WPFD 2016 yang berlangsung pada 3-4 Mei 2016 di Helsinki, Finlandia dan dihadiri ribuan delegasi dari berbagai negara.

Read More

Irina menegaskan, perkembangan dan pembangunan sebuah bangsa bisa dimulai dari pembangunan kebudayaan.

“Kami pernah mengadakan konferensi penting tentang pengembangan budaya sebagai bagian dari agenda pembangunan berkelanjutan,” katanya.

Menurut Irina, salah satu peserta acara tersebut adalah perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (kini Kementerian Pariwisata) Indonesia. Peserta dari Indonesia yang mengenakan batik itu berdiri dan mengatakan: “Bukan kebetulan saya berdiri di depan kalian memakai batik ini”.

Batik adalah bagian dari Daftar Warisan Budaya UNESCO. Masyarakat saat itu melupakan batik, menganggap batik ketinggalan zaman, identik dengan pakaian orang desa, dan tiba-tiba kita menjadi bangga akan batik.

“UNESCO, dunia, mengakui budaya kami, budaya tradisional kami, dan kami mengembangkan keseluruhan industri seputar batik. Kami mulai mengeksplorasinya, batik menjadi bagian penting dari industri kreatif kami,” kata Irina menirukan ucapan peserta dari Indonesia tersebut.

Cerita lain Irina tentang peran budaya dalam menyokong ekonomi datang dari Islandia.

Diceritakannya Islandia pernah atasi krisis dengan budaya. Saat itu ada debat mengenai apakah perlu meneruskan pembangunan gedung kebudayaan, mengingat biayanya yang mahal. Namun, pada akhirnya mereka membangun gedung itu.

Kini gedung kebudayaan itu menjadi bagian penting bagi pembangunan salah satu negara Nordic tersebut. Gedung itu menjadi lokasi diselenggarakannya beragam acara internasional, festival, debat, konferensi, hingga diskusi.

Irina menambahkan, membuka diri pada budaya asing tidak harus menyebabkan budaya lokal tergerus.

“Kita tidak ingin budaya negara manapun lenyap. Kita ingin mempertahankan keberagaman budaya di dunia,” tutur mantan Menteri Luar Negeri Bulgaria tersebut.

Sementara itu, Menteri Pendidikan, Ilmu Pengetahuan Alam dan Budaya Islandia, Illugi Gunnarsson, mengisahkan bahwa Islandia pernah mempertanyakan apakah bijak untuk membuka diri terhadap budaya asing.

Pada akhirnya, mereka memutuskan tidak membatasi budaya asing.

“Tapi pada saat yang bersamaan Anda harus berinvestasi pada budaya Anda sendiri,” tambah Gunnarsson.

Dia mencontohkan, pemerintah Islandia membuat program pendidikan budaya bagi anak-anak guna melindungi budaya lokal mereka tanpa membuat kebijakan yang membatasi kebebasan berekspresi.

“Jika kamu mencoba menutup diri dari dunia, demi mencegah ide-ide atau nilai-nilai (asing memengaruhi) orang, untuk melindungi budaya lokal, dengan cepat kamu menjadi museum,” tutur Gunnarsson.

Menurutnya, semakin terbuka suatu negara terhadap apapun, semakin suatu bangsa menikmati kebebasan berekspresi, dan semakin baik dampaknya bagi budaya lokal mereka.

Related posts