BABAT POST – Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam dua gelombang. Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi.
Dan kini Kepala Polda Jawa Tengah Irjen Condro Kirono tengah mempersiapkan eksekusi mati tahap III. Condro mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan regu tembak untuk eksekusi mati para terpidana di Nusakambangan, Jateng.
Namun, hingga kini Jaksa Agung HM Prasetyo belum mau terbuka kapan eksekusi tahap tiga dilakukan.
“Semuanya siap, tergantung berapa yang mau dieksekusi. Biasanya satu orang terpidana mati, satu regu tembak,” ujar Condro saat dihubungi, Jumat (29/4/2016).
Condro mengaku tidak mengetahui kapan pelaksanaan eksekusi. Meski begitu, koordinasi dengan kepolisian di Jateng sudah dilakukan beberapa waktu lalu, bahkan sebelum Condro menjabat Kapolda Jateng.
“Kita siap untuk menunggu perintah dari eksekutor, dalam hal ini kejaksaan untuk eksekusi,” kata Condro.
Polda Jateng telah mempersiapkan dokter dari kepolisian. Begitu juga dengan pemuka agama seperti ulama dan pendeta untuk mendampingi terpidana mati.
Secara terpisah, Jaksa Agung menyebut Nusakambangan tempat yang ideal untuk eksekusi mati sebagaimana eksekusi sebelumnya. Meski persiapan sudah dilakukan, tetapi ia belum menentukan waktu dan jumlah terpidana mati yang akan dieksekusi.
“Koordinasi sudah dilakukan dengan semua pihak terkait, tapi waktunya belum ditentukan,” kata Prasetyo.
Dalam eksekusi mati tahap III ini jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso, tidak termasuk ke dalam daftar eksekusi mati tahap ketiga. Pasalnya, saat ini Mary Jane masih menunggu proses hukum di Filipina.
“Kita menghormati proses hukum yang berlangsung di Filipina. Selama ini kan ada yang bilang kenapa Jaksa Agung tidak eksekusi? Ya, kita kan ada prosedurnya,” ujar Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Sedianya, eksekusi mati Mary Jane dilakukan pada gelombang kedua. Namun, eksekusinya ditunda karena ia dijadikan saksi atas penipuan, perekrutan tenaga kerja ilegal, dan perdagangan manusia di Filipina.
Dia dianggap sebagai kurir setelah menjadi korban praktik perdagangan manusia. Prasetyo ingin eksekusi terhadap Mary Jane dilakukan setelah hak hukumnya diberikan dan tidak menyangkut perkara lain lagi.
“Baru kita bisa meningkat ke aspek teknisnya. Yuridisnya selesaikan dulu,” kata Prasetyo.
Prasetyo mengatakan, pihaknya tidak ingin asal tembak, tetapi ternyata masih ada hak hukum yang harus dipenuhi. Ia tak ingin disalahkan dengan langkah “sembrono” seperti itu.
“Kalau ada yang mengatakan dia sedih, prihatin, kita pun lebih dari itu,” kata Prasetyo.