BABAT POST – Kejahatan seksual dan kekerasan terhadap perempuan marak terjadi di India. Sebab itulah, pemerintah negeri tersebut membuat aturan baru yang menetapkan bahwa setiap ponsel wajib dilengkapi “tombol darurat” (panic button).
Panic button berfungsi memanggil bantuan apabila pemiliknya menghadapi situasi darurat. Lokasi sang pemilik juga bisa langsung dikirim ke polisi setempat sehingga cepat ditanggapi.
“Teknologi dimaksudkan untuk membuat hidup manusia lebih baik… termasuk bagi keselamatan perempuan,” tulis Kementerian Komunikasi dan Teknologi India.
Panic button dimaksud nantinya bisa dipanggil dengan cara khusus, misalnya dengan menekan tombol angka “5” dan “9” di ponsel. Untuk smartphone, emergency call bisa langsung dibuat dengan menekan tombol power sebanyak tiga kali dengan cepat.
Sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Digital Trends, Rabu (27/4/2016), kebijakan ini akan berlaku efektif untuk semua ponsel yang dijual di India mulai Januari 2017 mendatang.
Setahun setelahnya, mulai Januari 2018, tiap ponsel juga wajib dilengkapi dengan sistem pelacak lokasi Global Positioning System (GPS).
Keselamatan perempuan ramai dibicarakan di India setelah terjadi banyak kasus kejahatan seksual dalam berapa tahun terakhir.
Hampir 25.000 kasus pemerkosaan terjadi di India pada 2012, menurut biro pencatatan kriminal nasional. Sekitar setengah kasus penyerangan seksual ini terjadi di bis, taksi, dan bajaj.
Dan di tahun 2014, tercatat ada sebanyak 337.922 kasus kejahatan terhadap perempuan. Meningkat 9 persen dibanding tahun sebelumnya.
Para pelaku e-commerce di India seperti Flipkart dan Amazon pun ramai menjual aneka produk pertahanan diri bagi perempuan, seperti pepper spray, tongkat, dan stun gun berbentuk lipstick.
India sendiri merupakan salah satu pasar ponsel terbesar di dunia dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 1 miliar orang. Sayangnya, para lelaki di sejumlah daerah pedesaan di negeri itu melarang kaum perempuan memiliki ponsel.
Ditahun 2014 pemerintah India sudah melakukan perbaikan sistem transportasi publik dengan dana awal 15 juta dollar. Rencana itu termasuk memasang pelacak GPS, CCTV, dan fasilitas telepon darurat di semua transportasi publik di 32 kota yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa.
Namun CCTV tersebut ternyata tidak berfungsi dengan baik.