Beban Kurikulum Seharusnya Dikurangi

BABAT POST – Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil, sasaran dan arah kebijakan pembangunan pendidikan harus dibenahi.

Dia mengatakan, meskipun anggaran pendidikan telah dialokasikan 20 persen dari APBN sejak 2008, namun sampai 2012 belum terlihat nyata peningkatan kualitas pendidikan tersebut.

“Masalahnya bukan pada berapa jumlah anggarannya, tetapi bagaimana penggunaan anggaran itu,” kata dia dalam Musrenbangnas 2016, di Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Menurut mantan Menko Bidang Perekonomian itu, distribusi guru masih kurang merata. Di berbagai daerah, rasio pengajar dan peserta belajar sudah melebihi ideal. Bahkan ada di beberapa tempat rasionya satu guru 12 murid.

Berita Terkait :  Sebanyak 400 Pekerja Asing China Di Cilacap Mendapat Gaji 10 Kali Lipat Dari Pekerja Pribumi

Akan tetapi, kata Sofyan, di beberapa daerah lain masih banyak Pemerintah Daerah (Pemda) yang selalu meminta tambahan guru honorer.

“Kenapa? Karena guru itu bertumpuk di kota. Di desa sudah tidak mau lagi mengajar. Ini yang harus kita ubah sekarang,” ucap Sofyan.

Selain itu dia menyampaikan, lantaran beban pelajaran yang banyak, tak sedikit juga sekolah yang bertindak curang. Pengajar memberikan soal-soal pelajaran beserta bocoran kunci jawabannya.

“Intergritas ini penting. Akhrinya kita pikirkan bagaimana kurikulum itu kita kurangi. Anak saya sekarang sekolah SMA di luar negeri. Pelajarannya cuma empat. Dan kita tidak melihat anak luar negeri lebih bodoh dari anak Indonesia,” imbuh Sofyan.

Berita Terkait :  Jusuf Kalla Akui Pertumbuhan Ekonomi Tak Sesuai

Atas dasar itu dia bilang, integritas ditingkatkan dengan cara mengurangi beban kurikulum. Integritas yang dimaksud meliputi perilaku tidak mencontek, jual-beli ijazah, sertifikat palsu, dan plagiarisme.

Sofyan menambahkan, perlu juga meningkatkan penyelenggaraan pendidikan yang menyenangkan dan bebas intimidasi serta kekerasan (bullying free environment). Selain itu, perlu juga pendidikan agama dan etika yang menumbuhkan akhlak mulia.

“Pendidikan agama itu tidak mengajarkan anak bagaimana cara memandikan mayit. Itu penting, tapi seumur hidup pun paling hanya dua kali. Pendidikan agama harusnya lebih kepada pendidikan budi pekerti. Bagaimana menjadikan orang rendah hati, saleh sosial, jujur,” pungkas Sofyan.

Berita Terkait :  Ekonomi Melambat, Penjualan Otomotif Lesu

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menjelaskan penerapan kurikulum pada 2016 nanti hampir sama dengan 2015. Hanya saja, penerapan kurikulum 2013 akan ditingkatkan menjadi 25 persen dari jumlah sekolah di seluruh Indonesia. Sementara sekolah ‎lainnya masih menerapkan KTSP.

 

Related posts