Terjadi Perpecahan Akibatkan Mental Kelompok Santoso Mulai Jatuh

BABAT POST – Analis Kebijakan Madya Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan, kelompok teroris Santoso kian terdesak di pegunungan Poso.

Bahkan, berdasarkan informasi tim gabungan di Poso, terjadi friksi di internal kelompok karena sejumlah masalah.

“Ada disampaikan perpecahan di sana tentang bagaimana perjuangan ke depan dan perlakuan ke kelompok,” ujar Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Salah satu masalah mereka, yaitu para anggota keberatan dengan perintah Santoso untuk melindungi keluarganya. Santoso meminta bawahannya untuk memperlakukan istrinya secara khusus. Sementara Santoso melarang anak buahnya untuk turut membawa istri. Hal itu semakin memecah belah mereka.

“Padahal mereka lagi berjuang, tapi mereka juga disuruh menjaga keluarga Santoso. Ini yang membuat mereka terpecah,” kata Rikwanto.

Berita Terkait :  Begini Rumah Masa Kecil Obama Ketika Tinggal Di Yogyakarta

Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian.

“Santoso membawa istri, yang lainnya enggak boleh bawa istrinya. Otomatis kecemburuan terjadi,” ujar Tito Karnavian ketika ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (20/4/2016).

Tito melanjutkan, anak buah Santoso juga sudah mulai tidak mempercayai pimpinannya itu. Sebab, dalam beberapa kali kesempatan berdiskusi soal agama, Santoso nampak tidak menguasai betul ideologi kelompoknya sendiri.

“Mereka pun melihat Santoso lama-lama tidak kredibel sebagai leader. Apalagi dia ini enggak ngerti banyak soal agama. Ini menimbulkan friksi sendiri di kalangan mereka,” kata Tito.

Operasi Tinombala yang digelar pemerintah semakin melemahkan kelompok mereka. Satu per satu, anggota kelompok Santoso di Poso, ditangkap. Ada pula yang tewas ditembus peluru aparat.

Berita Terkait :  Wakil Ketua MPR: Revisi UU Kejaksaan akan sisipkan keadilan restoratif

Selain itu, anggota kelompok Santoso mulai kelaparan. Pasalnya, tim gabungan Tinombala telah menutup jalur logistik sehingga keberadaannya terkucil dari pemukiman.

“Jalur logistik mereka hilang, jadi kelaparan. Jalur komunikasi mereka berkurang. Otomatis mereka buta informasi dunia luar,” ujar Tito di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).

“Dalam waktu dua bulan, 14 orang dari mereka kami tangkap, baik hidup atau mati. Dari yang hidup ini mendapatkan keterangan bahwa kelompok mereka itu semakin lemah, mental kelompok Santoso semakin jatuh,” lanjut Tito.

Informasi terbaru, jumlah kelompok Santoso yang tersisa dari yang semula 41 orang, sekarang tinggal tersisa 27 orang.

Berita Terkait :  Peresmian Monumen KRI Nanggala-402

Mereka membentuk grup-grup kecil dan disebar. Adapun Santoso, menurut Tito, berada di grup yang berisi tujuh orang.

Dua di antara tujuh orang tersebut adalah perempuan. Tito meyakini kondisi itu sangat menguntungkan aparat.

“Kalau TNI/Polri mempertahankan kekuatan operasi Tinombala, apalagi lebih giat lagi masuk ke hutan, saya yakin kelompok ini akan tertangkap seluruhnya,” kata Tito.

“Tapi tentu tidak bisa tahu waktunya. Sama seperti kami menangkap Azahari dan lain-lain, kontribusi aparat itu hanya 25 persen. Yang 75 persennya ketentuan takdir Tuhan. Makanya kita berdoa saja,” ujar Tito.

Related posts