BABAT POST – Media-media Israel memprediksi bahwa 25 Januari 2016 akan menjadi awal dari kehancuran rezim Mesir Abdel Fattah al-Sisi, akibat kemarahan publik yang mengerikan atas kegagalan pemerintah dalam menangani banyak masalah.
Channel 2 televisi Israel dikutip Dunia Timteng melaporkan bahwa saat ini makin ramai ajakan di jejaring sosial, ajakan untuk turun ke jalan-jalan dalam rangka menggulingkan rezim diktator As-Sisi pada 25 Januari mendatang, bertepatan dengan 5 tahun pecahnya revolusi yang menggulingkan Mubarak.
Laporan itu menambahkan, As-Sisi tiba di kota pesisir Alexandria pada ahad kemarin, dimana wilayah tersebut sedang menghadapi krisis akibat banjir dan listrik padam hingga menyebabkan pengunduran diri Gubernur. Hal itu menambah eskalasi penduduk untuk melakukan protes demonstrasi menentang rezim.
Saluran itu mengatakan bahwa situs media sosial kini makin ramai ajakan untuk turun ke jalan dalam rangka “menggulingkan rezim otoriter” pada 25 Januari 2016, bertepatan dengan ulang tahun kelima penggulingan rezim Hosni Mubarak pada 2011 silam.
Pada akhir pekan sebagaimana dikutip media AS, sumber-sumber Israel khawatir jika Sisi tidak akan menyelesaikan masa jabatannya akibat krisis yang dihadapi pemerintahannya, termasuk ancaman teroris yang mengancam nyawa As-Sisi yang telah berkuasa selama setahun 5 bulan ini.
Laporan itu kemungkinan mengacu pada sebuah gambar yang berasal dari Alexandria, di mana protes terhadap rezim Mubarak mulai meninggkat.
Saluran itu juga melaporkan gambar kerusakan yang disebabkan oleh badai yang menghantam kota pesisir Alexandria, hingga rumah-rumah dan jalan-jalan dipenuhi dengan air dan listrik padam untuk sebagian kota. Belum lagi kerusakan pada mata pencaharian petani tradisional, yang tanah mereka terendam banjir.
Sekarang lebih dari 1.000 demonstran kembali turun ke jalanan di Kairo, Mesir untuk menyerukan jatuhnya rezim. Ini merupakan aksi demo terbesar yang menantang pemerintah Mesir dalam dua tahun terakhir.
Dalam unjuk rasa yang digelar Jumat (15/4) waktu setempat, para demonstran awalnya memprotes keputusan Presiden Abdel Fattah al-Sisi menyerahkan dua pulau ke Arab Saudi, saat kunjungan Raja Salman ke Mesir pekan lalu. Namun kemudian para demonstran meneriakkan slogan-slogan mengecam gaya kepemimpinan Sisi.
“Rakyat menuntut tumbangnya rezim,” teriak para demonstran dalam aksi di pusat kota Kairo, seperti dilansir media Press TV, Sabtu (16/4/2016).
Aksi demo ini diorganisir oleh para aktivis sayap kiri dan sekuler. Pada Jumat malam waktu setempat, saat sebagian besar demonstran telah meninggalkan lokasi demo, polisi melepaskan gas air mata untuk membubarkan massa yang masih bertahan. Para polisi berpakaian sipil bahkan mengejar sejumlah orang untuk ditangkap.
Beberapa jam sebelumnya, polisi juga membubarkan aksi demo lainnya di tempat berbeda di Kairo. Kepolisian mengamankan 12 orang dalam unjuk rasa tersebut.
“Kehadiran sejumlah besar demonstran ini bukan hanya karena pulau-pulau itu,” cetus Khaled Dawud, aktivis liberal terkemuka dan seorang penulis.
“Ada akumulasi masalah, dan hancurnya harapan-harapan dari yang kami protes pada 25 Januari,” tutur Dawud mengenai tanggal dimulainya revolusi anti-Hosni Mubarak.
Aksi demo ini jauh lebih kecil daripada yang terjadi di jalan-jalan Kairo pada tahun 2011, dan kemudian pada tahun 2013 ketika jutaan orang berdemo menuntut presiden terpilih Mohamed Morsi mundur. Usai aksi demo besar-besaran itu, militer Mesir di bawah kepemimpinan Sisi menggulingkan Morsi.
Protes ini merupakan protes yang cukup penting sejak Jenderal Abdul Fattah Al-Sisi berkuasa di negeri itu. Protes terjadi karena kesepakatan pemberian ini berlangsung secara tidak transparan.