babatpost.com – Berkunjung ke kota Cirebon,jangan lupa nih cobain camilan unik yang terbuat dari tanah liat yang bernama ampo. Umumnya tanah liat banyak disulap menjadi kerajinan tangan yang memiliki nilai seni dan ekonomi. Namun di Cirebon, Jawa Barat, tanah yang kerap menjadi bahan dasar tembikar ini bisa menjadi olahan makanan tradisional daerah yang banyak diminati dan susah dicari.
Makanan yang bisa disebut Ampo ini makin langka karena persoalan pengrajin kuliner tradisional khas Cirebon sudah sangat jarang. Satu diantaranya, Naziri (68), warga Desa Jamblang Blok Tegalang Kecamatan Jamblang, Cirebon.
Keahlian Naziri meracik Ampo didapatnya secara turun temurun dari ibu dan neneknya. Pembuatannya pun membutuhkan waktu yang cukup lama karena bahan bakunya juga khusus.
“Tanah yang diambil bukan sembarang tanah liat. Diambil di bagian dalam tanah yang ada di sawah petani,” tutur nenek ini, Jumat (1/4/2016).
Naziri mengaku tetap berjualan Ampo lantaran masih menghargai kearifan lokal dan budaya leluhur. Karena selain sebagai makanan tradisional, Ampo juga diperuntukkan untuk acara tradisi atau ritual adat Cirebon.
“Misal acara sedekah bumi, Ampo selalu jadi bagian dari sesajen diantara pucuk nasi tumpeng. Paduannya dengan cabai bawang dan ikan asin yang ditusuk,” imbuh Naziri.
Selain untuk acara ritual atau adat, lanjut dia, Ampo juga masih banyak dikonsumsi masyarakat khususnya untuk pengobatan tradisional. Meski rasa yang ada dalam Ampo ini adalah rasa tanah, namun Ampo dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional.
“Seperti menurunkan sakit panas, melancarkan pencernaan kepada anak. Bahkan ibu-ibu hamil juga masih ada yang ngidam Ampo,” tutur dia.
Dijelaskan, dalam proses pembuatan Ampo, tanah liat yang baru diambil dari dasar tanah petani kemudian dijemur hingga kering. Setelah itu, tanah ditumbuk sampai halus menyerupai tepung.
Setelah ditumbuk, tanah tersebut disaring dengan air untuk kemudian dikeringkan. Setelah kering, Ampo kemudian dibentuk atau di adon berbentuk bulatan lonjong.
“Sambil diadon, Ampo dicampur abu dari jerami dan minyak kelapa. Setelah itu dibakar sampai kering sekitar setengah hari sampai Ampo nya berwarna hitam pekat,” tutur Naziri.
Dikatakan, Ampo buatan Naziri dijual Rp 1000 per 3 buah. Ampo juga banyak disuplai Naziri ke wilayah Indramayu dan Cirebon.
“Tanah yang diambil dari sawah itu yang warna merah. Sekarang pembuat Ampo di desa kami tinggal empat orang,” sambung nenek yang masuk ke generasi ketiga pembuat Ampo di keluarganya.
Sementara itu, Lebe Desa Sitiwinangun Kecamatan Jamblang Kabupaten Cirebon, Wastani Bajuri mengaku terharu dengan semangat pembuat Ampo mempertahankan warisan leluhur.
Apalagi, di desa tersebut saat ini dinobatkan sebagai desa wisata kerajinan gerabah. “Iya dulu waktu saya kecil suka diberi makan Ampo dan saya pikir sudah tidak ada lagi yang buat Ampo,” papar Wastani.
Ampo kala itu, lanjut Wastani, menjadi salah satu makanan yang banyak digemari karena sebagai bagian dari pengobatan tradisional.
“Saya juga pernah membaca artikel ternyata tanah itu kelebihannya luar biasa. Maka tidak salah nenek moyang kita dauhul menciptakan Ampo sebagai bagian dari obat,” ungkap dia.
Wastani pun berharap, ditengah upaya mengangkat Sitiwinangun sebagai desa kerajinan gerabah, Ampo juga dapat menjadi salah satu kearifan lokal yang ada di Cirebon.