Babatpost.com – Pesawat AirAsia QZ8501 yang terjatuh di sekitar perairan Kalimantan, tepatnya perairan Karimata. KNKT berencana menerangkan kronologi terjatuhnya pesawat tersebut secara gamblang sebagai berikut.
Investigator Kecelakaan Penerbangan KNKT Kapten Nurcahyo menerangkan sebelum pesawat terjatuh diketahui adanya gangguan pada salah satu sistem pesawat, namun gangguan tersebut tidak membahayakan penerbangan jika ditangani sesuai dengan prosedur.
“Hal ini diawali oleh retakan solder pada electronic module pada rudder travel limiter unit (RTLU) yang lokasinya berada pada vertical stabilizer,” ucapnya usai jumpa Pers di Kantor KNKT, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Selasa (1/12/2015).
Awalnya, Cahyo menambahkan ganguan yang muncul tiga kali, namun para awak pesawat bisa mengatasinya dengan cara prosedural, akan tetapi ganguan yang sama muncul lagi.
Tapi kali ini awak pesawat mengatasinya dengan cara berbeda yakni me-reset Flight Augmentation Computer (FAC) yang didalamnya ada tujuh komponen, dari ke tujuh kompenen itu ada yang vital dalam penerbangan, sehingga terjadilah kerusakan ini akhirnya menyebabkan munculnya peringatan (master cauton).
Berikut Kronologis sebelum pesawat naas itu terjun bebas di perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Pukul 05.35 WIB
Pesawat AirAsia QZ8501 Airbus A320 lepas landas dari Bandara Juanda Surabaya menuju Bandara Changi, Singapura,
Saat itu, pesawat AirAsia QZ8501 terbang di ketinggian jelajah sekira 32.000 kaki di atas permukaan laut. Pesawat dijadwalkan tiba di Bandara Changi, Singapura pada pukul 07.36 WIB.
Pukul 06.01WIB
Flight Data Recorder (FDR) mencatat adanya gangguan kerusakan rudder travel limiter (RTL). Gangguan ini juga mengaktifkan electronic centralized aircraft monitoring (ECAM). Pilot lantas melakukan langkah-langkah sesuai prosedur. Tiga kali gangguan yang sama, pilot masih dapat mengatasi masalah (me-recovery). Gangguan ini bukanlah sesuatu yang membahayakan penerbangan.
Pukul 06.15 WIB
Gangguan kembali muncul, namun dari data black box diketahui bahwa pilot tidak melakukan penanganan yang sama. Indikasinya adalah pilot melakukan penanganan seperti yang terjadi pada peristiwa sebelum ini, penanganannya adalah dengan me-reset circuit breaker dari flight augmentation computer (FAC).
Akhirnya para awak pesawat AirAsia QZ8501 mengengendalikan pesawat secara manual selanjutnya hal ini yang diduga menjadi sebab pesawat berada dalam kondisi di mana pilot tidak lagi bisa mengendalikan jalannya pesawat. Rudder bergerak sebanyak 2 derajat per detik dan pesawat roll atau berguling mencapai 54 derajat. Kemudian pesawat bisa di-recovery hingga level (kembali normal).
Saat pesawat AirAsia QZ8501 tidak bisa dikendalikan, ada jeda kekosongan selama sembilan detik, sehingga input dari dua kendali pesawat tidak ada kontrol dari pesawat. Hal itu juga ada komunikasi yang tidak efektif antara Kapten Pilot Iriyanto yang meminta push (dorong), dan kopilot malah menarik kendali.
Karena antara Kapten Pilot dan Kopilot menangani pesawat berbeda, tiba-tiba ada input yang membuat pesawat naik ke atas atau pitching up, hidung pesawat berada di atas (menukik). Pesawat naik ke ketinggian 38 ribu kaki dan sudah berada di luar kemampuan pilot untuk recover dan akhirnya miring hingga 104 derajat.
Dalam catatan FDR, itu dalam kecepatan terendah 57 knot dan ketinggian tertinggi 38 ribu kaki. Ini adalah kondisi puncak dan menyalakan lampu peringatan baik di kopilot maupun di pilot.
Pesawat AirAsia QZ8501 tersebut akhirnya jatuh secara pelahan pada ketinggian 29 ribu kaki, pesawat jatuh waktunya sekira 2,5 menit. Sampai akhir, dua-duanya (kapten pilot dan kopilot) masih terus berusaha mengontrol pesawat.
Pukul 06.20 WIB
Pesawat jatuh di perairan Selat Karimata.