Nilai tukar rupiah kembali melemah di hadapan dollar AS. Di pasar spot, Rabu (14/10) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah hingga kisaran 1,72 persen dari sehari sebelumnya menjadi Rp 13.638.
Agus Chandra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan pelemahan rupiah seiring dengan kenaikan nilai tukar dollar AS di hadapan mata uang dunia lainnya. “Data ekonomi dari China, Inggris, serta zona Euro negatif sehingga memicu investor beralih ke dollar AS,” ujarnya.
Selasa malam (13/10) China merilis data inflasi, disusul penjualan ritel AS pada hari Rabu (14/10) dan inflasi AS di hari Kamis (15/10). Data tersebut yang menurut Agus akan mempengaruhi pergerakan rupiah selanjutnya.
Inflasi China tersebut menunjukkan kondisi ekonomi di sana sangat mempengaruhi Indonesia sebagai mitra dagang. Sementara data AS akan menjadi pengerak mata uang USD,” lanjut Agus.
Agus pun menduga rupiah akan digerakkan oleh data surplus neraca perdagangan dalam negeri dan pengumuman tingkat suku bunga di Bank Indonesia (BI). Ia pun menduga bahwa neraca perdagangan perkiraannya surplus namun impor dan ekspor turun. Sedangkan tingkat suku bunga BI akan tetap stabil. Ia juga memperkirakan pelemahan rupiah ini akan berlanjut hingga hari Kamis.
Analis NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan, sentimen negatif masih mewarnai laju rupiah yang mengawali pekan ini diteritori negatif di level Rp14.220 per dolar Amerika Serikat (AS). Sehingga ia memperkirakan masih ada pelemahan lanjutan pada nilai mata uang nasional.
Pihaknya menargetkan rupiah hari ini akan berada di kisaran level antara Rp14.237-Rp14.225. Menurutnya, belum ada sentimen positif yang membuat pelaku pasar masih menjauhi rupiah. Reza menjelaskan, pelemahan sejumlah mata uang Asia dipicu spekulasi akan diperketatnya aturan transaksi (terutama saham dan valas) di Tiongkok, dan diperparah dengan rilis penurunan cadangan valas Tiongkok sebesar US$93,9 miliar menjadi US$3,56 triliun.
Tidak hanya itu, lanjutnya, nilai tukar dolar pun kembali melonjak setelah mata uang Jepang, yen, dan Swiss, Swissfranc, mengalami penurunan. Bahkan adanya ekspektasi akan penurunan cadangan devisa Indonesia turut menambah sentimen negatif.